AI Diramal Bisa 'Hapus' Ribuan Pekerjaan IT Entry Level, Saatnya Banting Setir?

Ilustrasi aktivitas / bekerja.
Sumber :
  • vstory

Jakarta, VIVA – Kecerdasan buatan (AI) kini semakin erat kaitannya dengan dunia teknologi informasi (IT). Bahkan, perusahaan riset global Gartner baru-baru ini merilis prediksi yang mengejutkan, yakni pada tahun 2030, semua pekerjaan di departemen IT akan melibatkan penggunaan AI. 

Prediksi ini memunculkan beragam reaksi, mulai dari kekhawatiran tentang hilangnya pekerjaan hingga optimisme mengenai efisiensi dan peluang baru yang tercipta.

Meski masih ada pro dan kontra, tren adopsi AI sudah terlihat nyata. Berbagai organisasi di sektor lain, seperti rekrutmen, jurnalisme, layanan pelanggan, hingga media sosial, sudah memanfaatkan AI untuk mengambil alih tugas-tugas yang sebelumnya dikerjakan manusia. 

“Dalam lima tahun, Anda tidak akan bisa menyebut IT tanpa AI,” prediksi Gartner, seperti dikutip dari Ars Technica, Rabu, 10 September 2025.

Ilustrasi stres kerja.

Photo :

VP analis Alicia Mullery dan Daryl Plummer menyampaikan bahwa pada tahun 2030, seluruh pekerjaan yang dilakukan departemen IT akan melibatkan AI. Saat ini, menurut Mullery, sebanyak 81 persen pekerjaan IT masih dilakukan tanpa AI. 

Namun, arah perubahan sangat jelas, yakni dalam lima tahun ke depan, 25 persen pekerjaan IT akan sepenuhnya dilakukan oleh bot, sementara 75 persen sisanya tetap ditangani manusia tetapi dengan bantuan AI.

Prediksi ini jelas bukan kabar baik bagi para penentang AI yang khawatir terhadap kehilangan pekerjaan. Namun Gartner menegaskan, perubahan ini tidak akan menciptakan “pembantaian pekerja IT.” 

Menurut Plummer, saat ini hanya 1 persen kehilangan pekerjaan yang benar-benar disebabkan oleh AI. Meskipun demikian, ancaman tetap ada, terutama bagi pekerjaan entry-level. 

“AI akan mengambil alih pekerjaan IT level pemula,” ungkap Plummer dan Mullery. 

Lebih lanjut, Goldman Sachs Research pada Agustus juga memprediksi bahwa AI dapat menggantikan 6 hingga 7 persen tenaga kerja AS jika diadopsi secara luas. Meski mereka menambahkan bahwa dampaknya kemungkinan bersifat “sementara” karena pekerjaan baru akan tercipta.

Di sisi lain, sejumlah pihak optimis bahwa AI justru akan menciptakan lebih banyak pekerjaan daripada yang 'punah'. Laporan Future of Jobs 2025 dari World Economic Forum yang dirilis pada Januari, berdasarkan data dari 1.000 perusahaan yang mempekerjakan 14 juta pekerja global, menyebutkan bahwa pada tahun 2030, AI bisa menciptakan 78 juta lebih banyak pekerjaan daripada yang dieliminasi.

Prediksi ini memberi harapan bahwa AI akan lebih banyak berperan sebagai alat bantu yang memberdayakan pekerja, memungkinkan mereka melakukan lebih banyak hal dan menciptakan jenis pekerjaan baru, daripada sekadar menggantikan peran manusia sepenuhnya.

Meskipun potensinya besar, implementasi AI masih menghadapi banyak tantangan. Gartner menyoroti bahwa 65 persen perusahaan saat ini justru merugi gara-gara investasi AI mereka. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua organisasi berhasil mengelola biaya dan memanfaatkan teknologi dengan efektif.

Selain itu, masyarakat umum juga masih skeptis. Dalam survei terhadap 5.410 orang Amerika yang dirilis Pew Research Center pada April, sebanyak 51 persen responden mengatakan mereka khawatir tentang AI. Kekhawatiran terbesar meliputi kehilangan pekerjaan, penyebaran deepfake, misinformasi, dan bias dalam sistem AI.