Kenang Peran Letkol Dokter Soebandhi Dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Letkol Dr RMK Soebandhi
Sumber :
  • IDI

Pada bulan Juni lalu, Universitas dr. Soebandi (UDS) Jember mendirikan Museum Letkol. dr. RM, Soebandi termasuk patung logam setengah badan. Museum yang berisi barang-barang peninggalan letkol Dr RM Soebandhi agar perjuangan beliau terus lestari dan menjadi inspirasi generasi mendatang. 

Biografi Singkat Letkol Dr RM Soebandhi

Ilustrasi pahlawan

Photo :
  • http://munawarsmanti.blogspot.com

Letkol dr. R.M., Soebandi, lahir pada 17 Agustus 1917 di Klakah, Lumajang adalah anak sulung pasangan R. Soeradi Wignjosoekarto, kepala masinis stasiun Klakah, dengan RA. Siti Mariam.

Soebandi menamatkan sekolah Hollandsche Indlandsche School (HIS) di Lumajang. Karena dari keluarga ningrat oleh pemerintah kolonial diperbolehkan melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Probolinggo dan lulus tahun 1935. Selanjutnya Soebandi melanjutkan ke Aglemeene Middlebare School (AMS) di Surabaya lulus tahun 1938.

Untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang dokter, Soebandi melanjutkan sekolah di Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS) Surabaya, sekolah kedokteran yang menjadi cikal bakal berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 

Soebandi yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata atas dukungan orangtuannya ingin menjadi dokter yang di masa itu adalah sebuah profesi langka karena semata-mata ingin membantu agar masyarakat mendapat layanan kesehatan yang layak. 

Pada saat kuliah di NIAS inilah Soebandi menemukan pujaan hatinya bernama Rr. Soekesi yang kemudian menikah pada tahun 1944.

Tahun 1942 ketika Jepang masuk ke Indonesia kuliah Soebandi yang hampir lulus sempat terhenti. Jepang yang berhasil mengalahkan Hindia Belanda setelah memenangi perang Asia Timur Raya membubarkan semua lembaga pendidikan bentukan kolonial Belanda termasuk NIAS.

Soebandi sempat frustasi karena khawatir mimpinya menjadi dokter pupus. Harapannya kembali muncul ketika awal tahun 1943 Jepang membuka sekolah tinggi kedokteran Ika Daigaku di Jakarta, menggantikan STOVIA yang dibubarkan. Soebandi bergegas ke Jakarta melanjutkan kuliahnya hingga akhirnya pada 12 November 1943 dinyatakan lulus sebagai dokter.

Selama berada di Jakarta, jiwa nasionalisme Soebandi bangkit. Ia tinggal di asrama mahasiswa Ika Daigaku di Jl. Prapatan 10, yang menjadi tempat para aktivis kemerdekaan berkumpul. 

Mahasiswa yang menamakan dirinya Masyarakat Prapatan 10 menganut ideologi “Reine Jurgend Ideologie,” atau ideologi tanpa pamrih yang anti kedholiman, perongrongan, dan anti menginjak-injak hak asasi rakyat. Mahasiswa Prapatan 10 ini salah satu kelompok yang aktif mendorong Soekarno-Hatta segera membacakan teks proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.