Awas Gelembung Bisnis Digital

Cermati Gandeng Bukalapak Luncurkan Fitur Pengajuan Kartu Kredit Online
Sumber :
  • Cermati.com

Hal berbeda justru terjadi pada unicorn Indonesia lainnya, Tokopedia. Pada tahun ini, perusahaan mencatatkan kondisi positif dalam hal marketplace dan produk digital, khususnya pada November 2019.

External Communications Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya, mengatakan, pihaknya mengalami peningkatan penjualan dari sebelumnya 6,8 juta menjadi 7 juta item yang memasarkan lebih dari 200 juta produk terdaftar.  

KantorTokopedia

Menurut dia, dengan data tersebut artinya ada sejumlah pebisnis online pemula, yang notabene pegiat baru UMKM Indonesia, penyumbang lebih dari 60 persen perekonomian negara.

"Kami kini telah menjadi ‘rumah’ bagi jutaan pejuang ekonomi ini," kata Ekhel kepada VIVAnews.

Di sisi lain, masyarakat Indonesia, khususnya pengguna aktif bulanan Tokopedia yang berjumlah 90 juta, kini memiliki lebih banyak alternatif dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui Tokopedia.

Kemudian, lanjut Ekhel, untuk bisnis fintech dan pembayaran, Tokopedia juga telah fokus mempermudah masyarakat berinvestasi, melalui layanan Tokopedia Emas dan Tokopedia Reksa Dana.

Layanan ini tersedia dengan harga terjangkau, yakni mulai dari Rp500 untuk berinvestasi emas dan Rp10.000 untuk reksa dana. "Upaya ini untuk mendorong literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia," ujarnya.

Direktur Generasi Optimis Research and Consulting (GORC), Frans Meroga Panggabean mengatakan, dengan melihat kondisi bisnis startup saat ini tentu memiliki celah kegagalan cukup besar serta berpotensi menyebabkan bubble economy.

Dalam riset GORC terungkap bahwa gejala latah bisnis digital kali ini hampir sama seperti yang terjadi pada 2000. Kala itu, muncul fenomena yaitu banyak perusahaan internet yang sempat mempunyai nilai triliunan rupiah berakhir gagal, tanpa nilai sama sekali.

Fenomena ini, kata dia, dikenal dengan internet bubble. Pets.com bangkrut, diikuti dengan Boo.com, Webvan, hingga semua saham perusahaan internet turun 75 persen.

Untuk itu, dengan derasnya kucuran uang, startup internet ini berlomba menjadi besar dengan instan. Mereka banyak melakukan pemborosan untuk promosi, bahkan 90 persen anggaran dipakai untuk iklan agar dikenal.

Di Indonesia, Frans menilai kecenderungan penilaian valuasi berlebih bisa terjadi. Karena, berdasarkan pengamatannya di lapangan, hingga saat ini belum ada penelitian khusus mengenai valuasi startup.