Menelisik Jilbab Halal MUI
- VIVA.co.id/Linda Hasibuan
Namun, masalah sesungguhnya bukan pada kewenangan tapi tingkat kegawatan hingga semua produk yang termasuk dalam barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat wajib disertifikasi.
Kemenag memandang, sementara ini yang penting atau prioritas untuk disertifikasi halal adalah produk makanan dan minuman serta obat-obatan. Karena itu, sertifikasi untuk semua produk yang dipakai atau dimanfaatkan masyarakat dinilai berlebihan dan mubazir.
“Kalau begitu (semua wajib disertifikasi halal), nanti sepatu, sandal, dan lain-lain (harus dijamin suci dan halal) jadi ribet (rumit). Saya rasa berlebihan,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Machasin, kepada VIVA.co.id, Kamis, 11 Februari 2016.
Pendapat senada disampaikan Nahdlatul Ulama (NU). Menurut ormas Islam terbesar di Indonesia ini, memberikan sertifikat halal pada produk pakaian semacam jilbab sejatinya tak terlalu penting. “Kalau (sertifikasi halal) kepada jilbab, rasanya tidak tepat, tidak pada tempatnya,” ujar Sekretaris Jenderal NU, Helmy Faishal Zaini.
Dia juga mengkritik kewenangan sertifikasi halal yang dimonopoli MUI. Karena menurut dia, lembaga itu sesungguhnya tak beda dengan NU maupun Muhammadiyah, yakni sama-sama organisasi massa Islam. NU berharap diberi kewenangan menerbitkan sertifikat halal. Namun, sejauh ini belum terwujud dan seolah ada anggapan MUI lebih otoritatif.
“Memang kita sudah menyiapkan juga badan halal. Jadi kita (NU) meminta otoritas halal itu tidak semata MUI. Kita juga memiliki banyak sumber daya, laboratorium juga sudah kami siapkan untuk uji halal. Dalam waktu dekat akan kita umumkan badan halal kita.”
Kritik pedas juga dilontarkan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. MUI memang diberi kewenangan menerbitkan sertifikat halal. Tetapi, langkah itu akan mengesankan beragama Islam hanya urusan formalistik, melulu urusan ritual ibadah. “Padahal, ber-Islam itu tidak harus semuanya formalistik,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir kepada VIVA.co.id, Kamis, 11 Februari 2016.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, mengatakan, jilbab memang perintah syariat Islam bagi wanita muslim. Namun, lebih penting dari adalah pembinaan akhlak.
Haedar berpendapat, jilbab memang perintah syariat Islam bagi wanita muslim. Namun, lebih penting dari sekadar jilbab adalah pembinaan akhlak. Karena, Islam diturunkan demi memperbaiki budi pekerti masyarakat, moral manusia. “Kalau mau buat tuntunan, ya, silakan MUI buat tuntunan, bagaimana petunjuk penggunaan jilbab yang syar’i (sesuai syariat Islam). Lalu itu disosialisasikan dan dibina terus, kemudian dikembangkan di pengajian-pengajian serta acara-acara supaya orang semakin lebih baik.”