Kolaborasi Tak Biasa di Booth Mobil Listrik Ini

VF7
Sumber :
  • Vinfast

Tangerang, VIVA – Pameran otomotif kerap dipenuhi deretan mobil baru dan teknologi mutakhir. Namun di tengah sorotan lampu dan kepulan promosi, ada yang mencuri perhatian pengunjung GIIAS 2025 di ICE BSD: para usher perempuan di salah satu stan tampil dengan busana ao dai, pakaian tradisional Vietnam, yang dibubuhi sentuhan motif tenun ikat khas Indonesia.

Kostum tersebut merupakan hasil kerja sama antara Vinfast, perusahaan otomotif asal Vietnam, dan perancang busana Indonesia, Didiet Maulana. Busana usher yang dikenakan selama pameran ini dirancang khusus untuk memadukan dua unsur budaya: siluet khas Vietnam dan teknik tekstil tradisional Nusantara.

CEO Vinfast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto, menyebut kolaborasi ini sebagai bagian dari pendekatan budaya perusahaan di pasar Indonesia.

"Kalau hanya fokus di bisnis saja, tetapi tidak mengangkat budaya Indonesia, saya rasa itu kurang lengkap," ujarnya dalam keterangan resmi.

Vinfast sebelumnya pernah menampilkan unsur budaya Vietnam dalam busana usher mereka. Namun tahun ini, pendekatannya diperluas.

"Saya berpikir, kenapa tidak juga mengangkat budaya kita?" lanjut Kariyanto.

Proses kreatif di balik busana ini tidak singkat. Didiet Maulana, yang selama lebih dari satu dekade dikenal aktif mengangkat kain tradisional Indonesia ke panggung mode, melakukan riset terhadap ao dai sebelum merancang kostum. Inspirasi utama diambil dari bunga teratai, simbol nasional Vietnam yang juga menyimpan filosofi tentang pertumbuhan di tengah kondisi sulit.

“Teratai itu bisa tumbuh indah dari air yang keruh. Filosofinya kami gabungkan dengan teknik ikat dari Indonesia,” kata Didiet.

Usaha menggabungkan dua tradisi ini tidak hanya berdampak visual. Ia juga menandai cara baru perusahaan otomotif memperkenalkan diri ke masyarakat: bukan hanya lewat produk, tetapi lewat pendekatan yang lebih kontekstual dan emosional.

Menurut Didiet, dunia mode dan otomotif memiliki irisan nilai yang sama: inovasi, adaptasi, dan kenyamanan.

"Prinsipnya mirip. Yang penting nyaman dulu. Kalau sudah nyaman, lama-lama akan sayang,” ujarnya.

Langkah semacam ini mungkin belum umum di industri otomotif, tetapi menjadi penanda bahwa identitas kultural mulai mendapat tempat di ruang-ruang yang selama ini didominasi oleh teknologi dan angka penjualan.