Nasib Uber dan Grab Car di Ujung Tanduk
- ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
"Harusnya (Uber) kita jebak. Mungkin ke depan akan mulai kita jebak, kita kandangin," ujar Ahok di Balai Kota DKI.
Ahok mengatakan, pemerintah tidak melarang Uber beroperasi di Jakarta. Perkembangan zaman memang memungkinkan layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Uber bisa menjadi ada.
Hanya saja, meski tidak menggunakan metode konvensional untuk mengoperasikan layanannya, Uber tetap harus memenuhi peraturan terkait layanan transportasi. Peraturan itu antara lain memakai pelat kuning untuk setiap armadanya. Sehingga, pajak yang dibayarkan jelas masuk ke kas pemerintah.
Hal tersebut juga akan membuat Uber jelas bersaing dengan layanan transportasi lain, bukan malah mematikan."Kalau enggak ikut aturan, kasihan sopir taksi penghasilannya jadi berkurang. Kalau seperti ini kamu kan kayak orang nyambi," ujar Ahok.
Tak hanya itu, mantan Bupati Belitung Timur ini juga punya cara jitu memberentikan layanan transportasi online di Jakarta yakni menggunakan penerapan aturan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) . "Begitu ada ERP, kami melarang beberapa ruas jalan dilewati sepeda motor atau ojek online," ucap Ahok.
Ahok menambahkan, hal itu akan mengurangi jumlah warga yang terbiasa menggunakan layanan ojek online. Warga akan lebih memilih menggunakan layanan bus gratis yang disediakan mengangkut penumpang di sepanjang jalan yang menerapkan aturan.
Dilema pemerintah
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai wajar kerugian yang dialami para sopir angkutan umum. Sebab, taksi online bisa menawarkan harga yang murah lantaran tidak membayar pajak, asuransi dan KIR kendaraan kepada pemerintah.
"Demikian juga hal yang sama dengan Gojek. Selain itu, kendaraannya juga tidak masuk kategori transportasi umum," kata Djoko saat dihubungi.
Menurut Djoko, perusahaan angkutan umum wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang meliputi keselamatan, keterjangkauan, keteraturan dan kenyamanan. Hal itu berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ).
Selama ini, dia menilai, perusahaan angkutan umum online belum memenuhi peraturan tersebut. "Pengusaha angkutan umum harus patuh UU, ini juga demi perlindungan bagi konsumen," ujar Djoko.