Vaksin Bayi Palsu, Lemahnya Pengawasan Kemenkes?
- Syaefullah/ VIVA.co.id
"Bila anak ini mendapat vaksin yang palsu, tentu kekebalan tadi tidak akan pernah ada. Tujuan vaksinasi tidak tercapai. Kalau ini terbukti, anak harus direvaksinasi."
Tanggung Jawab Kemenkes
Kementerian Kesehatan langsung bereaksi saat Polri mengungkap sindikat pembuatan vaksin bayi palsu. Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, menentang dan tidak mentolerir pemalsuan yang membahayakan kesehatan. Apalagi peredaran vaksin palsu di Indonesia sudah beberapa kali terjadi, termasuk di tahun 2003 dan 2013 lalu.
"Waktu itu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) berhasil menemukan pengedar vaksin yang tidak memiliki wewenang, tapi kemudian timbul kembali," ucap Nila.
Menanggapi hal itu Togi Junice Hutadjulu, Apt, MHA, Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik, mengatakan, tahun 2013 berdasarkan laporan masyarakat ditemukan produk (vaksin) yang kelihatan tidak sama dengan yang selama ini ada di lapangan. Selama penelusuran, ditemukan pemain, pengedar yang akhirnya diidentifikasi, dan sudah ditindaklanjuti.
"Saat ini ternyata pelakunya sama, walaupun punya usaha yang berbeda. Penelusuran tetap dilakukan, karena masalah obat palsu masuk dalam ranah kriminal," kata Togi.
Hingga saat ini, baik pihak BPOM dan Kemenkes masih menunggu hasil penyelidikan Polri. "Kita lihat dulu isinya, tapi dicurigai, ada cairan antibiotik di dalamnya. Artinya, ini bukan virus yang dilemahkan dan diberikan pada anak," kata Nila.
Jika isi vaksin palsu tersebut adalah cairan virus dan antibiotik, maka dampaknya diyakini Nila tidak terlalu berat karena cairan dan jumlah yang disuntik rata-rata setengah centimeter cubic (CC).
“Kalau BCG malah hanya 0,1 CC. Kalau benar cairan infus, dampak tidak akan terlalu berat. Yang dikhawatirkan adalah adanya konten lain dalam vaksin palsu," ujarnya.
Tak hanya isinya, kebersihan kandungan itu juga menjadi perhatian. Itu karena vaksin harus memenuhi standar kesterilan, baik wadah maupun kandungannya. “Jika menemukan hal mencurigakan tolong laporkan ke BPOM untuk dilakukan penelusuran atau tindak lanjut," ujar Togi Junice Hutadjulu, Apt. MHA, Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik.
Ia pun menambahkan pihaknya telah menerima sampel vaksin palsu tersebut dan kini vaksin telah dalam proses pengujian. Karena ini produk biologi, perlu beberapa hari pengujian, sehingga data belum bisa didapatkan saat ini.