Kisah Pelukis Kaleng Khong Guan yang Terlupakan
- VIVa.co.id
Zaman berubah, keahliannya ia katakan juga kian tergerus dengan teknologi. Ia mengakui hal itu.
"Kalau sekarang kan sudah pakai komputer, dulu itu karya kreatif semua, kalau dulu satu iklan itu bisa dua hari, sekarang dua jam jadi. Dulu kan semua ditempel pakai tangan begitu," ujarnya menjelaskan.
Tapi ada satu hal yang saat ini masih ia yakini dalam menjalankan profesinya sebagai pelukis.
"Ya, kalau kita mau bekerja, bekerjalah sesuai dengan apa yang kita cintai. Kalau suka melukis, kerjalah di bidang itu. Jadi kerja itu seperti hari libur santai karena kita suka. Kalau tidak suka, pasti sehari itu lama sekali," ucapnya bijak.
Lebih jauh ia juga sedikit mengkritik gaya beberapa orang yang mengaku sebagai seniman belakangan ini. Ia kerap melihat bahwa gaya seorang tidak berbanding dengan karya yang telah dihasilkannya.
"Karena menurut saya, saya pernah jadi dosen, para murid itu sudah bergaya seniman, (tapi) karyanya belum ada. Setelah populer barulah rambutnya gondrong, tapi belum-belum sudah kayak seniman gondrong, karyanya belum ada," ujarnya.
Lalu bagaimana tampilan Bernardus saat muda?
"Tampilannya biasa saja, memang zaman dulu rambut rada panjang. Teman juga seperti itu, tidak ada yang istimewa,” katanya.
Di samping itu, ia mengatakan bahwa kini pekerjaan sebagai seorang ilustrator juga cukup menjanjikan. Ia mengaku mampu membeli rumah, mobil hingga menyekolahkan ketiga anaknya yang salah satunya menjadi dokter dari hasil menggambarnya.
Mata Bernardus kembali menerawang, ketika ditanya, berapa lama lagi karyanya akan bertahan di pasaran.
"Kita tidak tahu perkembangan kemasan akan seperti apa. Tapi kayaknya 20-25 tahun lagi masih bisa bertahan,” katanya sambil tersenyum.
