2 Pangeran Arab Dituduh Kontak Amerika untuk Kudeta Tahta Raja Salman
VIVA – Penangkapan dua pangeran Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Ahmed bin Abdulaziz dan Pangeran Mohammed bin Nayef masih terus menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Pemerintah Arab benar-benar menutup diri tentang penangkapan itu sehingga tuduhan kudeta yang akan dilancarkan kedua pangeran untuk merebut tahta Raja Salman bin Abdulaziz belum terjawab tuntas.
Reuters memberitakan, dari lima sumber yang diwawancarai menyebutkan, kedua pangeran langsung ditahan setelah ditangkap pada Jumat malam. Hanya saja tak diketahui di mana lokasi penahanan mereka.
Sumber regional itu juga menginformasikan, bahwa Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman menuduh kedua pangeran ditangkap karena merencanakan kudeta. Disebutkan, kedua pangeran sedang menghimpun kekuatan dari luar negeri.
"Menuduh mereka melakukan kontak dengan kekuatan asing, termasuk Amerika dan lainnya, untuk melakukan kudeta," kata sumber tersebut seperti dikutip VIVA.co.id, Minggu 8 Maret 2020
Tak cuma itu, Pangeran Ahmed dan Nayef dituduh juga sedang berusaha meminta dukungan dari suku-suku setempat. Hanya saja kata sepakat belum didapatkan.
Penangkapan kedua pangeran yang dilakukan Pangeran Mohammed bin Salman disebut sudah mendapatkan izin dari ayahnya, Raja Salman.
Sebenarnya banyak yang meragukan bahwa kedua pangeran benar-benar ingin melengserkan Raja Salman dan putra dari tampuk tertinggi Kerajaan Arab Saudi.
Salah satu yang meragukan kudeta terjadi ialah Rami Khoury, seorang profesor jurnalisme dari American University of Beirut. Seperti diberitakan Aljazeera.
Rami sangat ragu Pangeran Ahmed dan Pangeran Mohammed mampu melakukan kudeta. Sebab, jika dilihat dari posisi mereka saat ini, mereka jelas tak memiliki kekuatan untuk dihimpun menjadi sebuah aksi kudeta.
Karena selama ini, mereka sudah berada dalam kendali penuh Pangeran Mohammed bin Salman. Semua kekuatan terutama keamanan kerajaan sudah berada di tangan sang Pangeran Mahkota itu.
Menurutnya, penangkapan itu cuma bukti kegelisihan yang dialami Pangeran Mohammed bin Salman atas tahta raja yang secara de facto sudah berada di genggamannya.
"Ini adalah tanda kegelisahan putra mahkota dan orang-orang di sekitarnya yang memerintah Arab Saudi karena mereka mungkin berharap raja akan turun tahta atau meninggal segera. Mereka berharap mungkin ada semacam tantangan untuk suksesi," kata Rami.