Putin-Zelensky Akan Bertemu di Turki untuk Pembicaraan Damai, Trump Mau Join
- independent.co.uk
Ankara, VIVA – Upaya global untuk mengakhiri perang di Ukraina menunjukkan tanda-tanda bergerak menuju diplomasi nyata, dengan rencana pertemuan langsung antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang dijadwalkan berlangsung di Turki minggu ini.
Pertemuan itu akan menjadi dialog langsung pertama sejak fase awal invasi besar-besaran Kremlin pada 2022, dan momentum yang langka dalam konflik yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Namun, seperti banyak bab dalam perang ini, rencana tersebut masih diselimuti ketidakpastian.
Melansir dari NPR, Rabu 14 Mei 2025, hingga saat ini, hanya Presiden Zelensky yang secara terbuka menyatakan kepastian kehadirannya. Ia mengatakan akan berada di Turki pada hari Kamis, 15 Mei 2025.
VIVA Militer: Vladimir Putin dan Donald Trump
- Sky News
Sementara itu, komposisi delegasi Rusia masih belum jelas. Kehadiran mereka bisa saja terbatas pada diplomat tingkat menengah, namun tak menutup kemungkinan utusan senior Kremlin bahkan Presiden Vladimir Putin sendiri akan hadir.
Menambah ketegangan diplomatik adalah pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden AS Donald Trump, yang mengatakan bahwa ia mungkin akan muncul dalam pembicaraan tersebut.
Untuk semua kemungkinan, partisipasi Trump membawa sorotan tersendiri. Meski demikian, ia juga menyampaikan harapan bahwa konflik brutal ini bisa segera berakhir.
Trump menyebut perang tersebut sebagai "pertumpahan darah" dan menyuarakan optimisme akan adanya jalan menuju gencatan senjata.
Gencatan Senjata 3 Hari dan Manuver Putin
Inisiatif terbaru ini dimulai akhir April, saat Putin secara sepihak mengumumkan gencatan senjata tiga hari untuk memperingati Hari Kemenangan Rusia dalam Perang Dunia II. Namun Ukraina tidak pernah menyetujui gencatan itu, dan kedua pihak saling menuduh melanggarnya.
Langkah Putin itu memicu tekanan baru dari para pemimpin Eropa, termasuk Prancis, Jerman, Inggris, dan Polandia, yang bersama dengan AS, mendorong perpanjangan gencatan senjata hingga 30 hari. Namun bukannya tunduk pada tuntutan, Kremlin malah menawarkan balasan diplomatik.
Dalam sesi tanya jawab larut malam dengan wartawan, Putin menyampaikan proposal mengejutkan yakni pembicaraan langsung di Turki, Kamis ini. Namun ia belum mengonfirmasi persetujuan dari tuan rumah.
“Saya ingin bertanya (kepada Presiden Turki Erdogan) apakah dia akan mengizinkan kesempatan untuk mengadakan pembicaraan di Turki," kata Putin.
"Saya harap dia akan mengonfirmasi keinginannya untuk mensponsori pencarian perdamaian di Ukraina."
Meski demikian, skeptisisme tetap tinggi. Banyak pengamat melihat langkah Putin sebagai upaya mengulur waktu sambil terus menekan Ukraina di medan perang. Meskipun menyebut akan datang "tanpa prasyarat", tuntutan Kremlin seperti demiliterisasi Ukraina dan penghentian ambisi NATO tetap menggantung.
Namun, Putin bersikeras bahwa pihaknya siap berunding dan membuka pintu bagi kemungkinan gencatan senjata baru.
"Operasi militer sedang berlangsung, perang sedang terjadi, dan kami menawarkan untuk kembali ke negosiasi," katanya.
"Mereka yang benar-benar menginginkan perdamaian tidak dapat mendukung ini."
Dengan ketegangan diplomatik meningkat dan tokoh-tokoh besar dunia mungkin hadir di satu meja, hari Kamis di Turki berpotensi menjadi titik balik atau hanya episode lain dalam konflik yang terus berkepanjangan.