Undang-Undang DKJ Dinilai Beri Ruang Majukan Budaya Betawi
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA -Â Peneliti Pusat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli menyebut Kaukus Muda Betawi punya peran penting dalam bonus demografi. Apalagi, kata Lili, Kaukus Muda Betawi diisi oleh mayoritas kaum muda yang terdidik dan terpelajar.
"Kaukus Muda Betawi harus mainkan peran penting. Jangan sampai Kaukus Muda Betawi tidak memainkan peran di era bonus demografi ini," kata Prof Lili dikutip pada Kamis, 5 Juni 2025.
Ilustrasi kesenian Jakarta, Ondel-ondel Betawi.
- VIVA/M Ali Wafa
Secara sosiologi, Lili mengatakan Kaukus Muda Betawi harus membawa perubahan. Sejak Kongres Pemuda 1928, terbukti pemuda Betawi memiliki peran yang signifikan. Selain itu, lanjut dia, ada juga tokoh Mohammad Husni Thamrin yang memiliki peran politik besar pada masa kemerdekaan Republik Indonesia 1945 silam.
"Kaukus Muda Betawi harus menjadi agen perubahan bagi masyarakat Betawi. Secara historis, kita bisa melihat peran pemuda Betawi seperti Mohammad Rochjani Su'ud pada Kongres Pemuda 1928. Lalu ada Mohammad Husni Thamrin yang juga memiliki peran politik besar pada masa kemerdekaan 1945," ujarnya.
Kata Lili, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) telah memberi ruang bagi Kaukus Muda Betawi untuk pemajuan budaya Betawi. Apalagi, lanjut dia, ada goodwill dari Pemerintah Provinsi Jakarta membuka ruang untuk pemajuan budaya Betawi tersebut.
"Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2024 DKJ sudah tercantum Peraturan Daerah (Perda) pemajuan budaya Betawi. Ini harus disambut baik Kaukus Muda Betawi. Saat ini regulasi tidak jadi tantangan, sekarang sudah ada payung hukum. Apalagi ada dukungan dari pemerintah," kata dia.
Menurut dia, arus globalisasi saat ini harus menjadi perhatian masyarakat Betawi. Sebab, tidak sedikit bakal memengaruhi tradisi kebudayaan Betawi. Makanya, kata Lili, tradisi budaya Betawi harus menjadi perekat sosial sehingga tidak muncul sikap individual dan masa bodoh di masyarakat, khususnya generasi muda Betawi.
"Jangan sampai generasi muda Betawi tidak tertarik dengan budaya Betawi. Mereka harus cinta tradisi budaya Betawi dan menjadikan tonggak nilai-nilai tradisi Betawi, seperti nilai kebersamaan kekeluargaan, serta harus mempertahankan nilai religiusitas dan nilai-nilai pluralisme dengan mengakui perbedaan," kata Lili lagi.
Sementara Peneliti Pusat BRIN, Halimatusa'diyah mengatakan budaya Betawi bukan warisan sehingga harus dijaga dan perjuangan sebagai identitas Jakarta. Menurut dia, lahirnya UU Daerah Khusus Jakarta ini memberi ruang masyarakat Betawi untuk memperkuat identitasnya.
Sebab, kata dia, sejumlah tantangan bakal dihadapi Jakarta saat menjadi kota modernisasi dan globalisasi. Untuk itu, perlu dibangun komunitas yang berdaya juang di Kota Jakarta.Â
Kata dia, sejumlah masalah dihadapi masyarakat Betawi baik dari tekanan kultural, bahasa Betawi yang mulai jarang digunakan hingga ruang ekspresi kesenian yang sempit. Akibatnya, kesenian tradisional lenong jarang tampil di ruang publik di Jakarta.
"Dengan UU DKJ kita diberi ruang peran dalam pembangunan. Sebelumnya, peran itu tidak terbaca. Revitalisasi Jakarta harus dilakukan, dan masyarakat Betawi harus menjadi aktor dalam pembangunan di Jakarta. Selama ini ada dislokasi masyarakat Betawi, identitas Betawi diakui secara simbolik, tapi komunitas terpinggirkan," ucapnya.
Maka dari itu, Halimatusa'diyah menilai perlu dilakukan kolaborasi antar akademisi, budayawan hingga komunitas. Hal ini dilakukan untuk ketahanan budaya karena pengakuan simbolik tidak menjamin ada komunitas Betawi di Jakarta.
"Butuh sistem sosial budaya itu hidup dan bertransformasi. Budaya Betawi juga hanya jadi ornamen tanpa perlindungan komunitas berikutnya. Ada ondel-ondel, ada gigi balang. Tapi apakah orang-orang Betawi ada di struktur itu?," ujar dia.
Di samping itu, ia mengatakan untuk menguatkan kelangsungan budaya Betawi bahwa lembaga adat memiliki peran kunci. Sebab, lembaga adat menjadi representasi kultural budaya Betawi, mediator antar generasi, fasilitas ekonomi budaya dan pusat dokumentasi dan produksi budaya.
"Lembaga adat juga memiliki peran kunci menjadi katalisator pendidikan budaya. Jadi perlu diusulkan masuk kurikulum lokal Jakarta. Kalau Ekonomi budaya diminati UMKM budaya, maka mereka bisa berkibar di Jakarta. Peran strategis ini bisa dilakukan lembaga adat dengan berkolaborasi dengan tokoh, pemerintah, akademisi, komunitas antar etnik," katanya.