Mantan Dirut Pertamina Dianggap Korban Kebijakan Populis
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
"Buktinya kan, malah dikasih karpet merah Premium dijual sebanyak mungkin. Apalagi sampai 2019 sudah dijamin tidak naik. Maka impor Premium akan bertambah dan ini kesempatan mafia untuk membeli banyak dan rentenya lebih besar. Ini artinya menunjukan pemerintah tidak konsisten dengan sikap ingin menjual BBM yang ramah lingkungan," paparnya.
Sedangkan, kebijakan Elia yang selama ini terus berusaha agar Pertamina tidak merugi dengan menaikan harga BBM di luar penugasan seperti Pertalite dan Pertamax adalah untuk membangun kilang minyak baru dengan kulitas Euro5, atau diatas standar internasional.
"Dalam program-program kilang yang akan dibangun Pertamina (era Elia), sebetulnya di 2025 nanti dengan kapasitas 2 juta barel per hari kilang itu nanti standarnya sudah euro 5, itu targetnya," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan Elia dicopot dari kursinya sebagai Direktur Utama PT Pertamina dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang digelar di Gedung Kementerian BUMN, hari ini, Jumat 20 Maret 2018.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, keputusan ini diambil atas dasar masukan dan pertimbangan Dewan Komisaris Pertamina.
Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Pertamina tersebut, maka posisi Elia Massa Manik digantikan oleh Nicke Widyawati sebagai pelaksana tugas (Plt) Dirut, sekaligus merangkap sebagai Direktur SDM.
Tabiat Elia yang sering mengeluh itu jadi pertanda dia tidak mampu untuk memimpin BUMN strategis tersebut. "Jadi indikasi dia mengeluh-mengeluh ini gimana dirut mengeluh mulu. Itu pesimis sekali, kayak 2030 Indonesia akan bangkrut," jelasnya. (ren)
