Jaringan Internasional Perdagangan Orang ke Bahrain Dibongkar, Waspadai Tawaran Kerja di Luar Negeri

Polisi bongkar kasus perdagangan orang dengan modus mengirim pekerja migran ke Bahrain.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

Jakarta, VIVA – Jaringan internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengirim pekerja migran ilegal ke Bahrain dibongkar Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (Dittipid PPA) Badan Reserse Kriminal Polri.

Korban TPPO Asal Banyuwangi Tewas di Kamboja, DPR Soroti Lemahnya Sistem Imigrasi

Tiga orang tersangka, yakni SG, RH, dan NH, ditangkap dan ditahan. Adapun kasus terkuak manakala laporan dari seorang korban yang bekerja di Bahrain sebagai spa attendant. Awalnya korban dijanjikan pekerjaan sebagai waitress dan housekeeping hotel oleh pelaku, tapi kenyataannya tak sesuai.

Kepala Subdirektorat III Dittipid PPA dan PPO, Komisaris Besar Polisi Amingga, mengungkap bahwa jaringan ini telah beroperasi sejak tahun 2022 dan meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah.

Polri Berhasil Selamatkan 82 Orang dari TPPO Kalimantan Utara ke Malaysia

"Kami terus mengembangkan kasus ini dan bekerja sama dengan PPATK untuk melacak aliran dana para tersangka. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divhubinter Polri guna mengungkap jaringan yang berada di luar negeri," katanya, Rabu, 26 Februari 2025.

Ilustrasi pekerja migran Indonesia saat baru pulang dari luar negeri.

Photo :
  • ANTARA/Ismar Patrizki
Soleh Darmawan Tewas di Kamboja, Keluarga Laporkan Dugaan TPPO Penyalur Kerja ke Polisi

Menurutnya, para pelaku merekrut korban lewat Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dengan menawarkan pekerjaan di Bahrain. Korban yang tertarik kemudian diminta membayar biaya keberangkatan sebesar Rp 15 juta. Kemudian, pelaku menyiapkan berbagai dokumen, seperti paspor, visa, dan tiket pesawat untuk memberangkatkan korban.

Peran ketiganya pun berbeda-beda. Tersangka SG sebagai penghubung dengan pemberi kerja di Bahrain dan menerima uang dari korban. Lalu tersangka RH, Direktur LPK yang mengurus penerbitan paspor korban, menampung uang korban, serta mengarahkan proses keberangkatan.

Kemudian tersangka NH, Staf LPK yang mengurus dokumen persyaratan kerja dan keberangkatan korban. Dari tangan mereka disita berbagai barang bukti, antara lain enam paspor, enam visa, enam kontrak kerja, tiga unit handphone, satu laptop, dua buku tabungan, empat ATM, dan enam bundel rekening koran.

Ketiganya dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Mereka juga dikenakan Pasal 81 dan Pasal 86 huruf (c) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.

Hingga saat ini, penyelidikan terhadap jaringan TPPO ini masih terus dikembangkan. Polri berkomitmen untuk menindak tegas pelaku perdagangan orang yang merugikan warga negara Indonesia. Korps Bhayangkara pun mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.

"Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan dari perekrut atau sponsor yang tidak memiliki izin resmi. Pastikan perusahaan penempatan memiliki legalitas yang jelas dan kontrak kerja yang sah agar hak-hak pekerja migran tetap terlindungi," kata Amingga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya