DPR Sebut Ada Dugaan Pemalsuan Putusan dalam Perkara Alex Denni

Komisi III DPR RI
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Dugaan rekayasa putusan perkara kasasi mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni makin mencuat. Bahkan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menduga, ada pemalsuan putusan dalam perkara kasasi Alex Denni. 

Banggar Bantah Anggaran DPR Naik Jadi Rp 9,9 Triliun Tahun 2026, Begini Penjelasannya

“Ada dugaan pemalsuan putusan karena ada orang meninggal bisa tanda tangan. Itu kan enggak mungkin kalau enggak palsu,” tegas Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Keluarga Alex Denni, Senin (24/2). 

Itu sebabnya, dalam salah satu keputusan RDPU, Komisi III DPR RI akan meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex Denni. 

Tambahan 2 Liter Minyak Goreng di Bansos Pangan Baru Percobaan, Purbaya: Kalau Kurang Ditambah Lagi

“Khususnya terkait hakim yang telah meninggal dunia namun tercatat menandatangani putusan serta mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan,” kata Lola Nelria Oktavia, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem, yang membacakan keputusan RDPU. 

Ketua PBHI Julius Ibrani dalam rapat tersebut mengatakan, berdasarkan penelusuran PBHI, ditemukan bahwa ada satu hakim yang namanya tercantum dalam putusan namun sebetulnya sudah meninggal dunia sebelum tanggal putusan. Jadi, tanggal putusan perkara kasasi Alex Denni adalah 14 November 2013. Sementara salah satu hakim sudah meninggal dunia pada 7 September 2013. 

Tok! DPR Sahkan UU APBN 2026, Simak Rinciannya

Julius sebelumnya mengatakan, tanggal putusan Perkara Kasasi Nomor 163K/Pid.Sus/2013 tidak sesuai dengan tanggal rapat permusyawaratan, penandatanganan, dan pengumuman oleh Majelis Hakim, yakni pada 26 Juni 2013. Sementara tanggal dalam dokumen putusan tercatat pada 14 November 2013. 

Nah, pada 7 September 2013, Hakim Ad Hoc Tipikor H. Hamrad Hamid, SH, selaku anggota majelis perkara kasasi telah meninggal dunia sehingga dinyatakan tidak dapat menandatangani putusan. Padahal, putusan telah dibacakan dan diumumkan pada 26 Juni 2013. 

“Mengapa putusan yang belum ditandatangani bisa dibacakan dan diumumkan? Bagaimana putusan yang dibacakan dan diumumkan pada 26 Juni 2013 baru ditandatangani pada 14 November 2013 atau bersela enam bulan kemudian? Selain itu, putusan yang hanya ditandatangani oleh dua hakim pada 14 November 2013 adalah tidak sah karena seharusnya ditandatangani oleh seluruh hakim yang mengadili perkara,” tegas Julius.

Selain itu, Julius menambahkan, perkara kasasi Alex Denni disidangkan oleh Ketua Majelis Hakim Dr. H.M. Imron Anwari, SH., Sp.N., MH., yang berasal dari Peradilan Militer. Padahal, perkara yang diperiksa bukan Kompetensi Peradilan Militer dan tidak ada relevansinya dengan militer, melainkan Peradilan Umum. 

“PBHI menelusuri pemeriksaan perkara Kasasi di tahun 2010, 2011, dan 2012, faktanya tidak ada satu pun perkara di Peradilan Umum yang diperiksa oleh Hakim Peradilan Militer, kecuali Perkara Alex Denni,” imbuh Julius. 

Selain dua kejanggalan tersebut, PBHI juga menemukan sederet kejanggalan lain yang memperkuat dugaan pemalsuan putusan. Dari sisi administrasi dan transparansi, misalnya, hanya putusan Alex Denni di tingkat kasasi yang dipublikasikan sementara dua putusan di tingkat pertama dan tingkat banding tidak dipublikasikan. Begitu pula dengan putusan terhadap  Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah, dua pejabat Telkom yang terlibat dalam perkara yang sama dengan Alex Denni, juga tidak ditemukan dalam publikasi resmi baik di tingkat pertama, banding, hingga kasasi. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim PBHI di Kepaniteraan MA maupun di Kepaniteraan PN Bandung, ditemukan fakta bahwa Alex Denni tidak pernah menerima Relaas Pemberitahuan Putusan Kasasi dari MA dan Salinan Putusan Kasasi dari MA sejak 2013 hingga detik ini. Bahkan, di PN Bandung dan MA juga tidak ada dokumen Relaas Pemberitahuan Kasasi. 

Benny Utama, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, mengatakan, banyak keganjilan dalam perkara Alex Denni. “Banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini, termasuk soal transparansi dengan tidak dipublikasikannya putusan. Begitu juga dengan eksekusinya. Aneh rasanya sudah 12 tahun baru dieksekusi. Jadi, permohonan Peninjauan Kembali Alex Denni ini arus dimaksimalkan sebagai upaya terakhir kita,” ujar Benny. 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Lamhot Sinaga

Lamhot Sinaga: Petani Tulang Punggung Kedaulatan Pangan Nasional, Harus Sejahtera

Wakil Ketua Komisi VII DPR Lamhot Sinaga mengatakan peringatan Hari Tani Nasional menjadi momentum refleksi nasional untuk meneguhkan komitmen negara terhadap kedaulatan.

img_title
VIVA.co.id
24 September 2025