DPR: Peredaran Uang Palsu Rugikan Rakyat Menengah Bawah, Penegakan Hukum Jangan Setengah-setengah!

(Foto Ilustrasi) Polisi menunjukkan barang bukti uang palsu lembaran Rp100ribu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irfan Anshori

Jakarta, VIVA - Peredaran uang palsu yang kembali mencuat jadi sorotan DPR RI terutama dari Komisi III yang membidangi hukum. Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyinggung beberapa kasus seperti penggerebekan pabrik uang palsu di Bogor, Jawa Barat.

3 WNA Kamerun dan Kanada Diciduk Ditjen Imigrasi, Pelaku Simpan 1.600 Dolar Palsu

Dia menyatakan negara tidak boleh kalah oleh kejahatan yang terorganisir seperti sindikat pengedar uang palsu ini. 

"Penggerebekan uang palsu ini membuka mata kita bahwa ancaman terhadap stabilitas ekonomi tidak hanya datang dari krisis global. Tapi, juga dari kejahatan terorganisir yang bergerak di dalam negeri. Negara tidak boleh kalah dalam hal ini," kata Abdullah, dalam keterangannya dikutip pada Selasa, 15 April 2025. 

Cetak dan Edarkan Uang Palsu, 2 Pemuda Diiringkus Polisi dari Kos-kosan

Abdullah menyampaikan, fenomena uang palsu seharusnya jadi alarm serius bagi pemerintah dan penegak hukum. Menurut dia, kejahatan pemalsuan uang bukan sekadar kriminal biasa, melainkan serangan langsung terhadap sistem keuangan negara. 

Dia beberkan dampak nyata dari peredaran uang palsu. "Kerugian ekonomi, menurunnya kepercayaan publik terhadap uang rupiah, serta ancaman terhadap transaksi perdagangan harian masyarakat kecil yang sering menjadi korban karena minimnya alat deteksi keaslian uang," tutur Abdullah.

Sekar Arum Diduga Masih Sindikat Peredaran Uang Palsu Tanah Abang

Ilustrasi uang palsu disita polisi.

Photo :
  • Istimewa

Pun, dia menambahkan dari fenomena uang palsu, maka yang dirugikan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebab, masyarakat kelas itu masih banyak pakai uang cash. 

"Termasuk kelompok pekerja menengah, seperti kasir-kasir minimarket," lanjut Abdullah. 

Maka itu, Abdullah mendesak agar penegakan hukum soal uang palsu ini diperkuat. Selain itu, perlu diikuti dengan langkah-langkah yang sistemik dan strategis. 

Lebih lanjut, dia mengatakan dari kasus penggerebekan pabrik uang menyingkap dua hal penting, yakni lemahnya deteksi dini di masyarakat dan celah dalam sistem pengawasan transaksi tunai. 

Menurut dia, era digital semestinya bisa membantu menekan peredaran uang palsu. Namun, realitanya peredaran uang tunai masih dominan, terutama di daerah-daerah. 

"Maka, digitalisasi sistem pembayaran juga harus terus diperluas, disertai proteksi data dan keamanan siber yang kuat," tuturnya. 

"Pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah strategis menghadapi maraknya kasus ini," kata Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu. 

Lebih lanjut, dia mengatakan langkah strategis yang bisa diambil pemerintah yaitu dengan melakukan penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Dia menekankan antara aparat penegak hukum juga perlu meningkatkan koordinasi untuk mendeteksi dan membongkar sindikat uang palsu secara efektif.

“Penegakan hukum tidak boleh setengah-setengah. Harus diusut tuntas dan diberantas jaringan penyebaran uang palsu yang sangat merugikan masyarakat ini,” ujar Abdullah.

Kemudian, ia menuturkan pemerintah juga mesti perkuat edukasi dan literasi terkait ancaman peredaran uang palsu. 

“Hal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ciri-ciri uang asli dan langkah yang harus diambil jika menemukan uang palsu," jelasnya. 

Sebelumnya, salah satu kasus uang palsu mencuat setelah Kepolisian bersama Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) berhasil mengungkap sindikat. Jaringan sindikat itu memproduksi uang palsu di sebuah rumah di Kelurahan Bubulak, Kota Bogor. 

Sindikat itu mencetak uang palsu di dalam rumah di Perumahan Griya Melati 1 RT 03 RW 13, Kelurahan Bubulak, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya