Dirut RBT Suparta yang Jadi Terdakwa Kasus Timah Rp 300 Triliun Meninggal Dunia
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, Suparta, dikabarkan meninggal dunia ketika mendekam di balik jeruji besi karena terlibat kasus dugaan korupsi di PT Timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
"Iya benar atas nama Suparta," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar kepada wartawan, Senin 28 April 2025.
Harli mengatakan, bahwa Suparta dikabarkan meninggal dunia sekira pukul 18.05 WIB di Rumah Sakit Umum Darurat (RSUD) Cibinong.
Suparta saat ini masih berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan rasuah. Dia ditahan di Lapas Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
"(Ditahan) di Lapas Cibinong," kata Harli.
Saat ini diketahui, Suparta tengah mengajukan kasasi. Dia divonis 19 tahun penjara buntut kasus yang menjeratnya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar hakim banding di PT DKI Jakarta pada Kamis, 13 Februari 2025.
Hakim banding pun turut menghukum membayar uang pengganti sejumlah Rp 4,57 triliun, dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Jika Suparta tidak mampu membayarnya, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana penjara selama 10 tahun,” jelas hakim.
Adapun, banding perkara Suparta bernomor: 4/PID.SUS-TPK/2025/PT DKI. Perkara itu diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis Subachran Hardi Mulyono dengan hakim anggota Budi Susilo, Teguh Harianto, Fauzan dan Anthon R. Saragih. Panitera Pengganti Isarael Situmeang.
Vonis tersebut lebih berat dibandingkan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Diketahui, Suparta dihukum dengan pidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara.