Kronologi Dugaan Korupsi Pemberian Kredit Sritex, Bermula dari Kejanggalan Ini

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Ramadhan

Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi dugaan pemberian kredit terhadap PT Sritex. Salah satunya yakni eks Direktur Utama (Dirut) PT Sritex periode 2005-2022, Iwan Setiawan Lukminto.

Dirut Sritex Ditangkap Kejagung, Wamenaker: Pesangon dan Hak Buruh Harus Dibayar!

Dua tersangka lainnya yakni eks Dirut Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM), dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020, Dicky Syahbandinata (DS).

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengatakan kasus tersebut bermula dari adanya keganjilan laporan keuangan PT Sritex tahun 2021.

Dedi Mulyadi Puji Kejagung Tersangkakan Dirut Sritex Usai Selewengkan Kredit Bank BJB

Sritex.

Photo :
  • Antara.

Qohar menuturkan, PT Sritex pada tahun 2020 mencatatkan keuntungan senilai Rp 1,24 triliun. Namun, pada tahun 2021, melaporkan adanya kerugian senilai Rp 15,65 triliun.

Kejagung Ucapkan Terima Kasih ke Prabowo Atas Ditekennya Perpres Pelindungan Jaksa

“Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan,” ujar Qohar saat konferensi pers di Kejagung pada Rabu malam, 21 Mei 2025.

Qohar menyampaikan, yang menjadi konsentrasi penyidik Jampidsus dalam kasus itu adalah jumlah Outstanding atau tagihan yang belum dilunasi oleh Sritex mencapai Rp 3.588.650.808.028,57 hingga Oktober 2024.

Dijelaskan olehnya bahwa terdapat puluhan bank, baik itu 20 bank swasta maupun ‘plat merah’ sejumlah bank daerah dan bank himpunan milik negara atau Himbara. Namun yang menjadi fokusnya adalah keterkaitannya dengan bank ‘plat merah’ yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar.

Rincian dari nilai outstanding dari pemberian kredit oleh bank ‘plat merah’ yakni Bank Jateng Sebesar Rp395.663.215.800 Bank BJB sebesar Rp543.980.507.170, serta Bank DKI sebesar Rp149.007.085.018,57.

“Kemudian yang keempat, yaitu Bank Sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI, Jumlah seluruhnya adalah Rp2.500.000.000,” kata Qohar.

Lebih lanjut, Qohar menjelaskan bahwa dalam pemberian kredit itu, Zainuddin dan Dicky diduga memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang sesuai prosedur.

Adapun salah satu prosedur yang dilanggar yaitu tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja lantaran hasil penilaian dari lembaga, Sritex tercatat hanya memiliki predikat BB minus atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi.

“Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A,” kata Qohar.

Ilustrasi kejaksaan.

Photo :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

Oleh karenanya, perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta UU RI No.10 tahun 1998 tentang perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian.

Usai mendapatkan dana dari Bank BJB dan Bank DKI, Iwan Setiawan diduga tidak menggunakan uang tersebut untuk peruntukannya. Iwan diduga malah menggunakan dana kredit tersebut untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.

“Sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif,” ucap Qohar.

Tak hanya itu, Qohar menambahkan, aset yang dimiliki Sritex tidak bisa membayar tagihan lantaran nilai aset perusahaan lebih kecil dari pemberian pinjaman kredit.

Sehingga dengan demikian, aset tersebut tidak bisa dijadikan jaminan atau agunan.

“Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara Sebesar Rp692.980.592.188 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi Sebesar Rp3,58 triliun,” ungkap Qohar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya