Khutbah Arafah

Arafah, Miniatur Padang Mahsyar: Tempat Kesetaraan dan Pertanggungjawaban Diri

Jemaah haji Indonesia Kloter 02 BTH sedang beribadah saat wukuf di Arafah
Sumber :
  • FB

Mekkah, VIVA – Momen wukuf di Arafah dalam ibadah haji tak sekadar menjadi rukun haji yang wajib dilaksanakan, tetapi juga menyimpan makna spiritual mendalam.  Padang Arafah disebut-sebut sebagai miniatur Padang Mahsyar, tempat manusia dikumpulkan tanpa sekat status, pangkat, maupun kekayaan.

KPK Bilang Penyelidikan Kuota Haji Khusus Segera Naik ke Penyidikan

Dalam suasana yang penuh kekhusyukan, jutaan jemaah dari berbagai penjuru dunia berdiri di bawah langit terbuka, mengenakan pakaian putih tak berjahit, simbol kesucian dan kesetaraan di hadapan Allah SWT.

Tidak ada lagi perbedaan antara pejabat dan rakyat biasa, antara kaya dan miskin.

Total Tabungan Haji Tembus Rp 303 Miliar Per Juni 2025, Bank Mega Syariah Ungkap Strateginya

"Arafah adalah miniatur mahsyar. Di tempat ini umat manusia berkumpul dengan pakaian yang sama, berwarna putih sebagai lambang kesucian dan kesetaraan hamba di hadapan Tuhannya. Pangkat tak lagi berguna. Jabatan tak lagi digdaya. Status sosial tak lagi berfaedah," kata Khatib pada Khutbah Arafah Jemaaah Haji Indonesia, KH. Ahmad Said Asori di Mekkah, Kamis, 5 Juni 2025.

Gambaran itu menggugah kesadaran spiritual akan hari akhir. Layaknya Padang Mahsyar kelak, setiap manusia akan datang seorang diri di hadapan Tuhannya. Harta benda, keluarga, bahkan pasangan hidup tak lagi bisa dijadikan sandaran.

Merasa Dirinya Cewek Sebelum Hijrah, Ivan Gunawan: Gue Sama Ayu Ting Ting Gak Perlu Salat Jumat

Sebagaimana firman Allah dalam surat Abasa 34–36: "Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya,"

Demikian pula hari kiamat nanti, semua manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan penuh harap cemas, menanti hisab amal perbuatannya. Di hari itu, harta, anak, suami, istri, dan sanak saudara tak lagi mampu menjadi sandaran. 

"Pada hari kiamat, kita akan datang sendiri-sendiri menuju Allah, tanpa pasangan, tanpa pendamping, untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan yang kita lakukan," ujar Kiai Said

Pada hari kiamat, manusia tidak lagi membawa identitas duniawinya. Yang tersisa hanyalah amal perbuatan, dan yang dapat menyelamatkan hanyalah keimanan serta hati yang bersih.

"Di hari (kiamat), harta dan anak-anak tidak berguna lagi. Kecuali orang-orang yang  menghadap Allah dengan hati yang bersih," ungkapnya mengutip Surat Asy-Syu'ara': 88-89.

Maka, Arafah menjadi momen reflektif paling agung dalam ibadah haji—saat jutaan manusia bersimpuh, menangis, memohon ampunan, serta menata kembali jiwanya agar bersih saat kembali kepada Rabb-nya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya