KPK Bongkar Modus Pemerasan di Kemnaker: RPTKA Dipersulit Jika Tak Bayar Uang Pelicin
- KPK.go.id
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing atau TKA yang hendak bekerja di Indonesia. Salah satu modusnya yaitu jika TKA tak membayar maka pejabat Kemnaker bakal mempersulit semua izin persyaratannya.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan TKA harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sebab, dokumen RPTKA itu wajib dimiliki para TKA agar bisa bekerja sekaligus tinggal di Indonesia.
"Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki dokumen pengesahan RPTKA," kata Budi Sokmo di Gedung KPK, Kamis 5 Juni 2025.
Budi bilang pengurusan pengesahan RPTKA dilakukan di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BINAPENTA) Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Kemudian, Direktorat PPTKA dan Direktorat Binapenta nanti akan mengeluarkan dua dokumen yang diajukan oleh pemohon secara online. Dua dokumen itu yakni Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA. "Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK," sebut Budi.
Seorang petugas sedang membersihkan logo Gedung KPK di Jakarta. (Foto ilustrasi)
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menurut dia, ada celah untuk para pejabat di Dirjen Binapenta Kemnaker RI untuk melakukan dugaan pemerasan. Para tersangka pun akhirnya minta bayaran oleh para pemohon jika dokumen yang dibutuhkan bisa terbit agar TKA bisa bekerja didalam negeri.
"Bahwa tersangka SH, WP, HY, DA diduga memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan," jelas Budi.
Budi bilang tersangka PCW, ALF dan JMS mulai melakukan pemerasan kepada para pemohon. Tiga tersangka justru hanya menginformasikan ke pemohon ada kekurangan persyaratan untuk penerbitan berkas melalui pesan WhatsApp kepada pemohon yang berjanji atau yang sudah berikan sejumlah uang kepada tersangka.
"Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya," kata Budi.
Kemudian, pemohon yang tak diproses akan mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersangka PCW, ALF dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang.Â
Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.
"Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual," tuturnya.Â
"PCW, ALF, dan JMS tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut," kata Budi.
Setelah itu, para tersangka berhasil dapat sejumlah keuntungan. Lalu, mereka meminta pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang menyerahkan sejumlah uang.Â
"Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi," ujarnya.Â
"Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap 2 (dua) minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA," tuturnya.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 8 tersangka yaitu sebagai berikut:
1. SH (Suhartono), selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2020 s.d. 2023.
2. HY (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019 s.d. 2024; kemudian diangkat menjadi Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024 s.d. 2025.
3. WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2017 s.d. 2019.
4. DA (Devi Angraeni) selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2020 s.d Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024 s.d. 2025.
5. GTW (Gatot Widiartono), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja tahun 2019 s.d. 2021; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019 s.d. 2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2021 s.d. 2025.
6. PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2019 s.d. 2024.
7. JMS (Jamal Shodiqin), selaku Staf pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2019 s.d. 2024.
8. ALF (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2019 s.d. 2024.