Denny JA Lahirkan Genre Lukisan Imajinasi Nusantara
- Istimewa
Ketiga, latar belakang yang imajinatif dan surealis, dengan langit tak biasa, burung-burung simbolik, awan yang bermakna, kabut yang menyiratkan harapan, serta benda-benda melayang yang menyuarakan semesta batin dan spiritualitas.
Apa Bedanya dengan Genre Lukisan Lain?
Berbeda dari realisme murni yang meniru dunia apa adanya, atau surrealisme murni yang membebaskan bentuk tanpa batas, Denny mengatakan, imajinasi nusantara menggabungkan realisme tubuh dan surrealisme lingkungan dengan akar budaya Indonesia.
"Di dunia Barat, kita mengenal Impresionisme lahir di Prancis, Kubisme dari Picasso, Ekspresionisme dari Jerman, dan Abstrak dari Kandinsky. Kini, dari Indonesia, muncul genre baru yang menyatukan estetika lokal dan visi global: Imajinasi Nusantara," kata Denny.
"Ini bukan genre eksotik yang hanya berlaku lokal. Dengan tokoh dunia seperti Trump dan Netanyahu memakai batik, genre ini menjadi medium diplomasi kultural. Lukisan menjadi pernyataan," tambahnya.
Sejak 2022 hingga 2025, Denny JA telah menghasilkan lebih dari 600 lukisan bersama asisten AI-nya. Lukisan-lukisan ini tidak disimpan di ruang elitis galeri internasional, tapi justru dipamerkan di 8 hotel budget di Jakarta dan Jawa Barat, agar masyarakat dari berbagai latar dapat menikmatinya secara langsung.
Lukisan menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Seni tidak harus eksklusif. Itulah semangat demokratisasi seni rupa yang diusung Denny JA.
Kini, ia melangkah lebih jauh. Sebanyak 50 lukisan baru sedang disiapkan, semuanya dengan genre Imajinasi Nusantara.Â
"Ini bukan proyek biasa. Ini adalah deklarasi seni dari seorang seniman yang ingin memberi sumbangan pada sejarah lukisan dunia bahwa dari Indonesia, ada genre lukisan khas yang lahir dari batik, dari surrealisme, dan dari tubuh manusia yang utuh," ucapnya.
Denny JA menegaskan bahwa semua pelukis besar dunia yang mewarnai sejarah seni umumnya juga membawa serta satu genre baru yang memperkaya dunia. Kini giliran Indonesia ikut meletakkan warna dalam palet sejarah itu.
Di tengah luka dan bara konflik, lukisan The Deal of Century hadir bukan sebagai utopia kosong. Ia adalah doa visual, sebuah ziarah estetis menuju kemungkinan yang lebih damai, lebih beradab.