Puan: Pelaksanaan Haji 2025 Banyak yang Harus Dievaluasi
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Ia menyebutkan lima isu utama yang menjadi perhatian dalam nota tersebut:
1. Koherensi Data Jemaah dan Manifest Penerbangan
Masalah ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nama jemaah dalam sistem E-Haj, Siskohat, dan manifest penerbangan. Dalam beberapa kasus, jemaah yang tercatat berbeda dengan yang benar-benar naik pesawat, akibat pembatalan mendadak karena sakit atau meninggal.
"Alhamdulillah bisa kita tangani pada awal Mei. Ketika teman-teman di lapangan masih memungkinkan mengganti, maka mereka akan mengganti dengan penumpang berikutnya," jelas Hilman.
2. Pergerakan Jemaah dari Madinah ke Makkah
Sebagian kecil jemaah ditempatkan dalam transportasi terpisah seperti minibus karena perbedaan syarikah, dan ini disebut tidak sesuai prosedur. Namun, Hilman memastikan semua dilakukan berdasarkan koordinasi resmi.
"Tidak mungkin kita membawa orang dari Madinah ke Makkah tanpa ada kesepakatan dari lembaga terkait, Kemenhaj maupun Syarikah," katanya.
3. Penempatan Hotel di Makkah
Catatan ketiga berkaitan dengan jemaah yang berpindah hotel demi berkumpul dengan keluarga atau kelompoknya.
"Kalau mayoritas jemaahnya menempat hotelnya dengan benar sesuai dengan Syarikahnya. Tugas dan fungsi kita sebagai penyelenggara haji adalah menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di lapangan," ujar Hilman.
4. Kesehatan Jemaah Lansia dan Risti
Hilman mengungkapkan kekhawatiran Pemerintah Saudi terhadap risiko tinggi jemaah lansia.
“Ini juga menjadi catatan peringatan bagi mitra kita di KBIHU dan para pembimbing untuk jangan terlalu memaksakan ibadah sunah terlalu sering, terlalu banyak, kepada jemaah dengan kondisi khusus (lansia/risti),” kata Hilman.
Ia juga mengimbau agar proses seleksi jemaah diperketat, terutama bagi yang memiliki penyakit berat atau membutuhkan perawatan khusus seperti cuci darah.
5. Penyembelihan Dam
Mayoritas jemaah Indonesia mengikuti haji Tamattu’ yang mengharuskan pembayaran dam. Hilman menyebut dua skema yang ada: melalui Adahi (resmi dari Kerajaan) dan skema lokal seperti pembelian langsung atau kerja sama KBIHU dengan mitra lokal.
“Ini tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sementara banyak masyarakat Indonesia sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH atau beli di pasar. Sementara tahun ini Saudi begitu keras melarang hal tersebut,” ungkap Hilman.
