Anggota DPR Firnando Dorong Percepatan Pengesahan RUU Perlindungan Konsumen
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta, VIVA – Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto mendorong agar mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (RUU Perlinkos). Sebab di era digitalisasi saat ini, risiko yang dihadapi konsumen mulai dari pencurian data pribadi hingga pembajakan produk digital.
Firnando mengatakan, revisi ini menjadi langkah krusial untuk menghadirkan sistem perlindungan konsumen yang relevan, adaptif, dan mampu menjawab tantangan baru di era digital.
“Undang-undang yang berlaku saat ini, yakni UU No. 8 Tahun 1999, sudah berusia lebih dari dua dekade dan lahir di masa ketika e-commerce, fintech, dan transaksi digital belum berkembang seperti sekarang. Dengan perubahan pola konsumsi masyarakat dan makin kompleksnya interaksi antara produsen dan konsumen di ruang digital, pembaruan menyeluruh bukan lagi pilihan, tetapi keharusan,” ujar Firnando dalam keterangannya, Minggu, 29 Juni 2025.
Ilustrasi Konsumen
- pexels.com/Kaboompics.com
Firnando menyoroti meningkatnya risiko yang dihadapi konsumen dalam era digital, mulai dari pencurian data pribadi, penipuan online, hingga pembajakan produk digital. Menurutnya, negara tidak boleh tinggal diam, revisi undang-undang harus menghadirkan norma hukum yang eksplisit dalam melindungi hak konsumen di ekosistem digital.
“Konsumen harus dijamin haknya atas perlindungan data pribadi, akses pengaduan digital yang cepat, serta informasi yang transparan dari pelaku usaha. Di sisi lain, platform digital tidak bisa terus bersembunyi di balik status sebagai fasilitator. Mereka harus ikut bertanggung jawab jika ada pelanggaran yang terjadi melalui sistem mereka,” tegasnya.
Firnando mengatakan, RUU ini juga menegaskan kewajiban pelaku usaha, baik lokal maupun internasional, untuk memastikan keamanan produk dan sistem transaksi digital.
Dalam draf yang tengah digodok, negara berani menetapkan sanksi tegas baik administratif maupun pidana termasuk hukuman penjara hingga denda bagi pelaku usaha yang terbukti merugikan konsumen secara sistematis.
“Kami ingin membangun ekosistem perdagangan digital yang tidak hanya efisien, tapi juga adil, aman, dan bertanggung jawab. Revisi UU ini menjadi jawaban konkret atas kompleksitas risiko konsumen hari ini,” terangnya.
Tak hanya soal norma dan sanksi, Firnando menekankan pentingnya penguatan kelembagaan dalam perlindungan konsumen. Ia menilai posisi hukum Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) saat ini belum cukup kuat.
“BPKN dan BPSK selama ini hanya bersifat rekomendatif, bahkan banyak putusan BPSK yang kandas di Mahkamah Agung. Kami mendorong agar lembaga ini diperkuat secara struktural, memiliki kewenangan eksekutorial, dan berada langsung di bawah Presiden. Kalau konsumen dirugikan, mereka harus punya tempat mengadu yang memberi kepastian hukum, bukan sekadar forum mediasi yang tidak mengikat,” ujarnya.
Firnando juga menegaskan Sebagai wujud komitmen terhadap legislasi yang terbuka dan berkualitas, Komisi VI DPR RI telah melibatkan partisipasi publik secara aktif dalam pembahasan revisi RUU Perlindungan Konsumen.
Melalui RDPU dengan Lembaga Perlindungan Konsumen, profesor dan pakar hukum, kunjungan ke kampus-kampus untuk menyerap aspirasi akademisi dan mahasiswa, serta studi banding ke Jepang dengan negara sistem perlindungan konsumen terbaik.
“Kami ingin UU ini bukan hanya menjawab persoalan hari ini, tapi juga mampu mengantisipasi tantangan masa depan. Regulasi ini harus hidup, adaptif, dan sepenuhnya berpihak pada konsumen,” terangnya..
Firnando berharap, revisi RUU Perlindungan Konsumen dapat segera dirampungkan dan menjadi legacy regulatif yang kuat bagi generasi mendatang.
“Ini adalah upaya untuk mewujudkan ekosistem perdagangan nasional yang adil, transparan, dan aman. Perlindungan konsumen harus menjadi pilar utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap sistem ekonomi digital Indonesia,” imbuhnya.
