DPR Ingatkan Pemerintah Tak Abaikan Hukum Demi Eks TNI AL yang Ingin Jadi WNI Lagi

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Amelia Anggraini
Sumber :
  • IST

Jakarta, VIVA – Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini mengatakan negara tidak boleh mengabaikan ketentuan hukum hanya karena alasan kasihan terhadap eks prajurit marinir TNI AL yang menjadi tentara bayaran di Rusia, Satria Arta Kumbara lalu ingin kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). 

Golkar Yakin Transfer Data WNI ke AS Tak Langgar UU PDP

Dia mengatakan kasus Satria tersebut harus dapat menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi prajurit aktif maupun yang telah purna tugas, bahwa kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mutlak.

"Jangan mudah tergiur janji menjadi tentara bayaran tanpa memahami risiko hukum, moral, dan kemanusiaan yang besar," kata Amelia, Selasa, 22 Juli 2025.

KBRI Bangkok Imbau WNI Tak Bepergian ke Perbatasan Kamboja

Dia menjelaskan bahwa Undang-Undang dan peraturan di Indonesia telah melarang warga negara Indonesia untuk bergabung dengan militer asing atau bertindak sebagai tentara bayaran dalam konflik bersenjata. Tindakan tersebut, kata dia, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum nasional, sumpah prajurit, dan prinsip kedaulatan negara.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dia menjelaskan, WNI dapat kehilangan status kewarganegaraannya jika dengan sadar bergabung dalam dinas militer negara asing atau berperang untuk kepentingan asing.

Airlangga Bantah Jual Data Pribadi Warga RI ke Pemerintah AS

"Konsekuensi ini bersifat berat dan tidak dapat dipandang remeh," katanya.

Mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara jadi tentara Rusia

Photo :
  • Ist

Terkait permintaan Satria yang ingin kembali menjadi WNI, menurut dia, harus dijawab secara hukum. Jika status WNI-nya telah hilang karena tindakannya, maka proses untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan harus melalui mekanisme yang panjang, ketat, dan dengan mempertimbangkan aspek hukum, keamanan, dan kepentingan nasional.

Dia pun mendorong Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, dan instansi terkait untuk melakukan verifikasi menyeluruh terhadap status hukum dan fakta-fakta di lapangan, serta memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil selaras dengan peraturan perundang-undangan.

"Sebab hal tersebut dapat merusak wibawa hukum dan merugikan kepentingan nasional," pungkas dia. (ANT)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya