Tambang Ilegal Zirkon di Kalteng Diselidiki, Bareskrim Bidik Tersangka
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri tengah mengusut kasus dugaan tambang ilegal galian Zirkon di wilayah Kalimantan Tengah. Kasus ini kini sudah naik ke tahap penyidikan dan mengarah pada PT Karya Res Lisbeth Mineral.
“Terlapor sementara ada satu orang atas nama Marcel Sunyoto, Direktur PT Karya Lisbeth," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin, saat dikonfirmasi, Senin, 4 Agustus 2025.
Nunung menjelaskan, pihaknya telah mengantongi sejumlah alat bukti yang memperkuat dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin oleh perusahaan tersebut. Bahkan, gelar perkara untuk menetapkan tersangka dijadwalkan berlangsung dalam pekan ini.
“Minggu ini gelar penetapan tersangka. Persangkaan Pasal 158 dan 161 UU Minerba," katanya.
Sebagai informasi, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin resmi, baik IUP, IUPK, atau IPR, dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan dikenai denda hingga Rp100 miliar.
Sementara itu, Pasal 161 UU Minerba memperkuat jerat hukum terhadap siapa saja yang menampung, mengolah, menjual, atau memanfaatkan hasil tambang ilegal. Pelanggaran pasal ini juga diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
Kasus tambang ilegal ini terkuak setelah beredarnya surat pembatalan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahap operasi produksi milik PT Karya Lisbeth. Surat tersebut dikeluarkan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah.
Pembatalan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring atas kegiatan pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, yakni bahan galian Zirkon. Dugaan kuat, kegiatan penambangan yang dilakukan perusahaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan berlangsung tanpa legalitas lengkap.
Kini, penyidik Bareskrim tengah berkoordinasi dengan sejumlah ahli untuk memperkuat konstruksi perkara sebelum penetapan tersangka.
