Baru 68 Persen Daerah di Indonesia Punya Kajian Risiko Bencana, BNPB Lakukan Ini

Ilustrasi penanganan bencana
Sumber :
  • ANTARA

Jakarta, VIVA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat baru 312 daerah atau sekitar 68 persen dari 456 daerah di seluruh Indonesia yang mempunyai Kajian Risiko Bencana (KRB). Instrumen tersebutadalah proses untuk menganalisis dan menilai potensi bahaya dan risiko bencana di suatu wilayah. 

Prabowo Targetkan Angka Pengangguran Terbuka Tahun 2026 Turun ke 4,44 Persen

Deputi Bidang Sistem dan Strategi Raditya Jati menjelaskan bahwa KRB mengidentifikasikan potensi bahaya, kerentanan, dan kapasitas suatu wilayah dalam menghadapi bencana. KRB juga memberikan rekomendasi untuk mitigasi dan adaptasi bencana.

Pembangunan saat ini harus berbasis risiko bencana karena kan tanpa mengetahui risiko bencana di daerah pemerintah tidak dapat menyusun tata kelola dan strategi maupun perencanaan,” ujar Raditya dikutip dari keterangannya, Rabu, 6 Agustus 2025.

Kawal Asta Cita Prabowo, DPD RI Dorong Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Yogya dan Jasela

BNPB, kata Raditya, sedang menyusun peta bahaya skala 1:50.000 untuk mendukung kajian risiko bencana di daerah. Peta ini akan membantu pemerintah daerah dalam menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB) dan memperkuat pemahaman melalui sosialisasi Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Photo :
  • istimewa.
Kunjungi Wamena, Mendagri Pastikan Lokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Papua Pegunungan

“Ini artinya akan meringankan pemerintah daerah terutama dalam penyusunan KRB yang seringkali terkendala. Karena penggunaan peta bahaya ini tidak bisa didapatkan oleh pemerintah daerah khususnya BPBD dan kebutuhan ahli, kemudian informasi dan seterusnya,” kata Raditya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan, Kemendagri telah menerbitkan Surat Edaran Mendagri yang berisi arahan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam mendorong percepatan penerapan Standar Pelayanan Minimal bencana melalui pelibatan Kecamatan melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana (KENCANA).

KENCANA adalah sebuah gerakan yang memberikan kemudahan kepada kecamatan untuk menyesuaikan metode untuk mendukung percepatan capaian SPM Sub-Urusan Bencana dengan dinamika yang berbeda-beda sesuai dengan karakter daerah, karakter risiko dan kemampuan kecamatan.

“Melalui keterlibatan kecamatan dalam Gerakan KENCANA akan mampu berkontribusi dalam perbaikan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah khususnya yang diprioritaskan pada tiga layanan dasar dapat berjalan lebih baik lagi dengan dukungan kecamatan yang diarahkan pada peningkatan mutu layanan maupun mempercepat waktu respon pemerintah daerah,” kata Safrizal.

Safrizal menambahkan, ada enam hal yang harus dilaksanakan pemerintah daerah untuk mendukung Gerakan KENCANA yaitu pemetaan wilayah rawan bencana, percepatan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal. Lalu Penguatan Kolaborasi antar-pemangku kepentingan, optimalisasi peran Forkompimcam, pembentukan tim koordinasi KENCANA dan penganggaran dalam APBD untuk KENCANA.

“Bencana merupakan urusan bersama yang membutuhkan kolaborasi multi-pihak  baik pemerintah, mitra pembangunan, elemen masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media. Semua pihak memiliki peran dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan pemulihan pasca bencana. Dengan begitu, potensi risiko bencana dapat diminimalisir dan masyarakat dapat lebih siap serta terlindungi ketika bencana terjadi,” ujar Safrizal.

Seperti halnya dukungan Pemerintah Australia melalui SIAP SIAGA, kata Safrizal, program bilateral  untuk pengurangan risiko bencana, yang mendukung upaya Kementerian Dalam Negeri, Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Bappenas, dan pemerintah daerah  untuk percepatan penerapan Standar Pelayanan Minimal Bencana melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya