Eks Stafsus Menag dan Bos Maktour Juga Dicekal KPK ke Luar Negeri

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK
Sumber :
  • ANTARA/Rio Feisal

Jakarta, VIVA – KPK mencegah eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.

Blak-blakan! Ini Alasan KPK Geledah Kantor Kemenkes

Selain Yaqut, KPK juga mencekal dua orang lainnya yakni mantan staf khusus (stafsus) Yaqut, Ishfah Abidal Aziz (IAA) dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur (FHM).

“KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang yaitu YCQ, IAA, dan FHM terkait dengan perkara tersebut,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa, 12 Agustus 2025.

KPK: SK Menag Jadi Salah Satu Bukti Kasus Korupsi Kuota Haji

Budi menjelaskan surat tersebut diterbitkan pada tanggal 11 Agustus 2025, dan berlaku hingga enam bulan ke depan.

“Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” tuturnya.

KPK: Penggeladahan di Kantor Kemenkes Masih Berlangsung

Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

Pengumuman tersebut dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.

Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.

KPK pada 11 Agustus 2025, mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya