Rumah Eks Menag Yaqut Disisir, Dokumen dan Bukti Elektronik Disita KPK
- Antara
Jakarta, VIVA - Beberapa dokumen dan barang bukti elektronik disita dalam penggeledahan kediaman eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ). Hal itu diungkap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo.
“Dari penggeledahan yang tim lakukan di rumah saudara YQC ya, tim mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” katanya, Jumat, 15 Agustus 2025.
Dia merinci, barang bukti elektronik itu bakal diekstrasi guna kebutuhan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
“Jadi, dari barang bukti elektronik itu nanti tentu penyidik akan melakukan ekstraksi untuk mencari petunjuk-petunjuk, dan juga bukti untuk mendukung penanganan perkara ini,” katanya.
Sebelumnya, Budi mengabarkan KPK masih menggeledah rumah Yaqut Cholil di Jakarta Timur hingga Jumat pukul 18.00 WIB.
Diketahui, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman tersebut dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
KPK pada 11 Agustus 2025, mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (Ant)