Apresiasi Sikap Musikus di Pestapora, DPD: Bentuk Solidaritas Atas Perjuangan Rakyat Papua
- Antara
Jakarta, VIVA – Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma mengapresiasi sikap musikus tanah air yang menarik diri dari panggung Pestapora 2025 lantaran sempat disponsori oleh PT Freeport Indonesia.
Menurut dia, tindakan ini menjadi simbol solidaritas dan dukungan atas perjuangan dan gugatan-gugatan rakyat Papua terhadap dampak beroperasinya Freeport.
“Ini adalah kesadaran luar biasa sekaligus bentuk kritik sosial yang sensitif terhadap penderitaan suku Papua atas dampak operasional Freeport,” kata Filep dikutip pada Senin, 8 September 2025.
Puluhan tahun Freeport beroperasi sejak kontrak karya awal pada 1967, kata dia, suku asli Papua utamanya suku Amungme dan Kamoro masih hidup miskin meski tanah ulayatnya dikeruk habis.
Bahkan, lanjut dia, yang terlihat adalah dampak kerusakan lingkungan, perampasan ruang hidup dan hak-hak masyarakat adat OAP untuk hidup sehat dan sejahtera di atas tanahnya, di atas hasil SDA yang melimpah.
“Sungguh miris. Anak-anak kita di wilayah pesisir Mimika masih minim kualitas literasi dan pendidikannya, akses kesehatan pun masih sangat butuh diperhatikan,” ujar Senator Papua Barat ini.
Maka dari itu, Filep yyang membidangi seni dan budaya di Komite III DPD RI mendukung musisi-musisi Indonesia yang turut menyuarakan perjuangan rakyat Papua melalui ekspresi seni musik, platform media sosial dan dukungan moral maupun finansial untuk masyarakat Papua.
“Saya kira gelontoran dana yang disebut Freeport Rp 33,9 triliun dari 1992-2023 untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi dan budaya semestinya sudah banyak berdampak, meski tak sebanding dengan besarnya eksplorasi SDA dan kerusakan lingkungan selama ini,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mengapresiasi penyelenggara Pestapora 2025 yang merespons cepat kritik ini dan membatalkan kontrak dengan Freeport. “Ini semua simbol penting keberpihakan bersama perjuangan rakyat Papua,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Filep menekankan keberadaan perusahaan besar yang mengelola SDA Papua seperti Freeport, BP LNG Tangguh, Genting Oil harus dievaluasi dampaknya bagi masyarakat Papua, apalagi pemerintah berencana memperpanjang kontrak Freeport hingga 2061.
“Perlawanan masyarakat Papua atas perusahaan-perusahaan asing di tanah Papua, harus didukung masyarakat luas dan didengar pemerintah,” ucapnya.
Ia menilai kritik-kritik masalah kemiskinan, minimnya akses pendidikan dan kesehatan, minimnya keterlibatan tenaga kerja OAP, bahkan keterbatasan akses kehidupan yang layak harus ditindaklanjuti dengan kebijakan konkret dan segera.
“Advokasi kami di DPD RI selama ini juga telah banyak disampaikan kepada Kejaksaan dan Kementerian terkait mendesak respons kinerja sebagaimana tuntutan masyarakat dan isu-isu nasional lain yang mengemuka hari ini,” pungkasnya.