Mahasiswa Indonesia Meninggal Saat Dampingi Pejabat di Austria, PPI Belanda Tolak Jadi Fasilitator Kunker

Muhammad Athaya Helmi Nasution
Sumber :
  • IST

Jakarta, VIVA – Duka mendalam menyelimuti Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda setelah salah satu anggotanya, Muhammad Athaya Helmi Nasution, meninggal dunia ketika mendampingi kunjungan kerja pejabat RI di Wina, Austria, Rabu, 27 Agustus 2025.

Kemlu Ungkap Kondisi 134 WNI di Nepal

Kejadian ini memicu reaksi keras dari PPI Belanda yang menegaskan penolakan terhadap praktik pelibatan mahasiswa sebagai fasilitator perjalanan dinas pejabat publik di luar negeri.

“PPI Belanda menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Muhammad Athaya Helmi Nasution, anggota PPI Groningen,” tulis organisasi itu dalam pernyataan resmi di akun Instagram.

Janji Peru Pengusutan Kasus Penembakan DIplomat RI di Lima Jadi Prioritas

Mereka menegaskan tragedi yang menimpa Athaya tidak boleh terulang.

“Kami menegaskan sikap menolak keras pelibatan mahasiswa dalam praktik pemfasilitasan kunjungan pejabat publik yang berisiko, tanpa perlindungan hukum dan mekanisme yang jelas. Tragedi ini tidak boleh terulang,” lanjut PPI Belanda.

Menlu Sugiono Minta Maaf Atas Tewasnya Zetro: Kelalaian Kami Sebagai Institusi

8 Poin Pernyataan Sikap PPI Belanda

Melalui surat pernyataan sikap Nomor: 038/PS/PPIBelanda/IX/2025, PPI Belanda menyampaikan delapan poin tegas:

  1. Keterlibatan mahasiswa dalam memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri berpotensi menempatkan mereka pada situasi yang tidak aman dan penuh risiko.
  2. Menolak keras segala bentuk permintaan maupun praktik pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat publik oleh mahasiswa, terlebih jika dilakukan tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas.
  3. Mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda agar tidak menerima tawaran untuk memfasilitasi perjalanan publik, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau pertemanan.
  4. Mendorong agar setiap ajakan pemfasilitasan segera dilaporkan kepada PPI Belanda.
  5. Menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak event organizer (EO). Koordinator Liaison Officer (LO) harus merespons peristiwa meninggalnya almarhum.
  6. Menuntut akuntabilitas dari KBRI Den Haag serta KBRI berbagai negara lain untuk menghentikan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan pejabat publik di luar negeri tanpa koordinasi resmi dengan PPI.
  7. Meminta kerja sama PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah praktik serupa agar tidak ada lagi korban.
  8. Mendorong PPI Dunia untuk segera mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar serta membawa diskusi RUU tersebut kepada pemangku kebijakan.

Penjelasan Kementerian Luar Negeri RI

Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) membenarkan kabar meninggalnya Athaya di Austria. Direktur Pelindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, mengatakan Athaya merupakan mahasiswa Universitas Hanze di Groningen. Belanda.

Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI, Judha Nugraha

Photo :
  • ANTARA/Azmi Samsul Maarif

Menurut Judha, ia wafat ketika mendampingi kunjungan delegasi pejabat RI dalam rangka pertemuan dengan otoritas setempat.

“KBRI Wina telah melakukan koordinasi dengan otoritas setempat, dan diperoleh informasi bahwa berdasarkan hasil autopsi, almarhum meninggal karena dugaan kejang atau suspected seizure,” kata Judha, Selasa 9 September 2025

Kemlu menyebut KBRI Wina segera berkomunikasi dengan pihak terkait dan memberikan bantuan untuk mengurus jenazah hingga pemulangannya.

“Sesuai permintaan keluarga, jenazah almarhum telah dipulangkan ke tanah air pada 4 September 2025,” jelas Judha.

Ia juga menekankan bahwa penugasan mahasiswa sebagai panitia pendamping pejabat dilakukan oleh pihak event organizer (EO) dari Indonesia, bukan oleh KBRI.

Versi PPI Belanda: Dugaan Kelelahan dan Kurang Asupan

Meski hasil autopsi resmi menyebut dugaan kejang, PPI Belanda menilai penyebab wafatnya Athaya kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi kerja di lapangan. Dalam pernyataannya, mereka menyebut almarhum bisa saja meninggal karena “sengatan panas yang berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi serta kelelahan” usai beraktivitas seharian sebagai pemandu.

PPI Belanda juga menyoroti sikap pihak EO yang dinilai abai. Mereka menyebut EO tidak menemui keluarga almarhum yang tiba di Wina, bahkan tetap melanjutkan acara seperti biasa, sehingga muncul dugaan adanya “indikasi menutup-nutupi” terkait kegiatan yang diikuti Athaya.

Kasus ini memicu desakan luas agar ada pertanggungjawaban jelas dari pihak EO maupun pejabat terkait. PPI Belanda menegaskan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan kerja pejabat tidak boleh lagi terjadi tanpa mekanisme resmi dan perlindungan hukum yang kuat.

Mereka juga mendorong pembahasan segera mengenai Undang-Undang Perlindungan Pelajar agar insiden serupa tidak kembali terulang di negara lain tempat mahasiswa Indonesia menimba ilmu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya