Napoleon Bonaparte Bongkar 'Borok' Polri: Parcok dari Tahun 2000 Bukan 2020
- vivanews/Andry Daud
Jakarta, VIVA – Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Napoleon menyebut Polri bukan 'Parcok' alias Partai Coklat, sehingga harus diselamatkan dari kepentingan politik praktis.
Dirinya mengkritik kondisi internal Korps Bhayangkara yang dinilai sudah kehilangan independensi sebab terlalu dekat dengan kekuasaan politik.
“Polri itu bukan Parcok. Siapa yang tidak suka dengan statemen ini berarti dia Parcok atau yang membuat Parcok," kata dia, Rabu, 7 Oktober 2025.
Irjen Napoleon Bonaparte
- VIVA/Yeni Lestari
Dia menyebut fenomena 'Parcok' bukan hal baru. Namun, lanjutnya, sudah mendarah daging sejak dua dekade lalu.
Napoleon mengatakan istilah Parcok muncul buntut penilaian publik kalau Polri berafiliasi dengan partai politik demi dapat keuntungan dari pemerintah. Menurutnya persepsi itu berakar dari perilaku sebagian pimpinan Polri yang menjual independensi institusi untuk kepentingan kekuasaan.
“Parcok ini dimulai dari sekitar tahun 2000-an, bukan 2020. Karena ada pimpinan-pimpinan Polri waktu itu yang menggadaikan institusi besar ini kepada kepentingan partai tertentu. Turun ke Kapolri berikutnya, dan hari ini pun kita lihat itu,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal (Purn) Napoleon Bonaparte, melontarkan kritik pedas terhadap Korps Bhayangkara. Ia menilai, reformasi Polri selama ini tak akan pernah berhasil jika tidak dimulai dari pucuk pimpinan.
“Reformasi polisi ini bagus, tetapi harus dari puncak, dari atas,” kata dia, Rabu, 8 Oktober 2025.
Napoleon menyoroti sistem kepemimpinan Polri yang dinilainya terlalu sentralistik. Ia bahkan tak segan menyebut bahwa kekuasaan Kapolri bak tak terbantahkan di dalam institusi.
“Kita tahulah di Polri itu 'Tuhan' nya ada dua. Allah sama Kapolri," ucap Napoleon.
