Pakar: Isu Pemakzulan Presiden Tak Punya Basis Konstitusional, Hanya imajiner belaka
- VIVAnews/Anwar Sadat
Dia menjelaskan ketentuan terkait proses itu diajukan dengan permintaan dari DPR kepada MK. Menurut dia, syarat itu hanya bisa dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.
Lalu, saat proses telah beralih ke MK, maka lembaga konstitusi itu wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR. Waktu yang diatur yaitu paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.
Lebih lanjut, Fahri menambahkan dalam aturan konstitusi, bila MK memutuskan Presiden atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, atau tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian.
Kemudian, dia menyebut langkah selanjutnya MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut. Waktu sidang itu paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut.
Kata dia, keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden sesuai konstitusi mesti diambil dalam rapat paripurna MPR dengan dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota.
"Dan, disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR," jelas Fahri.
Menurut dia, dengan penjelasan itu jadi sesuatu yang mustahil dari aspek kaidah hukum tata negara untuk dilakukan proses pemakzulan presiden. "Dalam ketiadaan sangkaan yang spesifik secara hukum," ujar Fahri.
