Surya Paloh Bilang Penghapusan Ambang Batas Capres Tidak Tepat: Terjebak pada Euforia Demokrasi

Ketua Umum Nasdem Surya Paloh,
Sumber :
  • Antara FOTO

Jakarta, VIVA - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai penghapusan ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak tepat.

DPR Belum Ambil Sikap soal Putusan MK karena Pemilu 2029 Masih Lama

Penghapusan presidential threshold merujuk amar Putusan MK No 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan hakim di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.

"Tidak tepat itu presidential threshold di nolkan ya. Dari awal ya, itu diatur. Memang harapannya juga ada keputusannya," kata Surya di NasDem Tower, Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.​​​​​​​

Saat Ruang MK Berubah Jadi Tempat Karaoke di Sidang Uji UU Hak Cipta

Presidential threshold adalah ambang batas minimal yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai untuk mencalonkan kandidat presiden dan wakil presiden. Dalam aturan lama, parpol atau koalisi harus memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Paloh mengatakan, bila persentase presidential threshold 20 persen itu tidak tepat mestinya bisa dibahas lebih lanjut. Bukan menghapusnya dengan menjadi 0 persen. Sebab, tujuan utamanya adalah demokrasi Indonesia yang berjalan efektif.

Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Timbulkan Dilema Konstitusional

"Bukan hanya terjebak pada euforia demokrasi untuk demokrasi, tapi demokrasi untuk pembangunan yang menuju ke arah cita-cita kemerdekaan kita," ujar Paloh.

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Sementara, Surya menuturkan hak semua orang untuk mengusung pasangan calon di Pilpres 2029 tanpa adanya presidential treshold.

Meski demikian, ia mengaku tak pernah membayangkan bila ada 50 lebih bakal capres yang mendaftar.

Dia pun tak menutup kemungkinan ihwal seperti itu dapat terjadi. Hal ini mengingat karena tak adanya presidential threshold mampu membuat 70 hingga 80 partai lulus pemilu.

Sebelumnya, MK memutuskan penghapusan presidential threshold 20 persen karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

MK dalam putusannya menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional parpol peserta pemilu yang tak punya persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

MK juga mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini memicu masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi sehingga bisa mengancam keutuhan Indonesia bila tak diantisipasi.

Maka itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi. (Ant)


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya