Mahasiswa Kritik Gibran Dipiting Paspampres di Blitar, DPR: Aparat Janganlah Over Reaction
- Ist
Jakarta, VIVA - Cara aparat yang mengamankan tiga mahasiswa yang membentangkan poster kritik Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka di Blitar, Jawa Timur jadi sorotan DPR. Tiga mahasiswa itu diamankan dan dipiting Paspampres yang mengawal Gibran.
Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mengkritik penghadangan dan penahanan sementara terhadap tiga mahasiswa saat aksi damai dalam kunjungan Gibran ke Blitar, Jawa Timur. Ia minta aparat keamanan agar tak bereaksi berlebihan apalagi bertindak represif menghadapi sejumlah mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi.
Dia menilai, penghadangan terhadap mahasiswa merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak konstitusional warga negara. Politikus PKB itu menekankan setiap warga bebas menyampaikan pendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan menyampaikan pendapat. Aksi mahasiswa yang membentangkan poster kritik terhadap kebijakan publik jelas merupakan ekspresi damai, bukan ancaman keamanan," kata Abdullah, Sabtu, 21 Juni 2025.
Bagi dia, cara pengamanan itu tak bisa dibenarkan secara demokratis.
"Maka tindakan pengamanan yang berujung pada penahanan selama berjam-jam adalah bentuk pembatasan kebebasan sipil yang tidak dapat dibenarkan secara demokratis," jelas legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
Wapres Gibran Rakabuming Raka ziarah ke makam Soekarno (Dok. Istimewa, Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden)
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Meski tiga mahasiswa itu akhirnya dibebaskan, Abdullah menggarisbawahi sikap reaktif aparat. Ia menyinggung dalam negara hukum, kritik sekalipun terhadap pejabat tertinggi bukanlah tindakan kriminal. Kata dia, kritik itu bagian dari partisipasi publik yang seharusnya dilindungi.
Apalagi, dia menambahkan dalam aksi itu tidak ada unsur kekerasan, ujaran kebencian, atau tindakan yang mengancam keselamatan pejabat negara.
Bagi dia, penangkapan tiga mahasiswa itu berlebihan.
“Penangkapan mahasiswa karena membawa poster bertuliskan pertanyaan atau kritik terhadap Wakil Presiden, apapun narasinya, adalah bentuk reaksi yang berlebihan,” tutur Abdullah.
“Aparat jangan-lah over-reaction, apalagi sampai represif seperti itu dalam menyikapi bentuk aspirasi publik yang dilindungi dalam konstitusi kita. Sikap reaktif aparat yang berlebihan menciptakan iklim ketakutan terhadap kebebasan berekspresi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Abdullah menyoroti tindakan aparat yang membawa mahasiswa ke suatu tempat tertutup selama kurang lebih empat jam tanpa proses hukum dan kejelasan status. Menurut dia, cara itu berpotensi melanggar prinsip-prinsip due process of law dan membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
“Aparat sebagai perwakilan negara dalam kasus ini, seharusnya hadir sebagai pelindung ruang demokrasi, bukan pengendali narasi tunggal kekuasaan,” sebut Abdullah.
Kemudian, dia menuturkan pengamanan terhadap pejabat tinggi negara memang penting. Namun, Abdullah mengingatkan agar aparat tak menjadikan alasan pengamanan untuk meredam aspirasi masyarakat secara sewenang-wenang.
“Aksi mahasiswa yang dilakukan secara terbuka dan simbolik harus dipandang sebagai bagian dari praktik demokrasi yang sehat,” ujarnya.
Abdullah menyebut demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi juga tentang keberanian mendengar suara berbeda.
“Kalau ruang kritik yang sah dan damai ditanggapi dengan penangkapan atau pembungkaman, maka kita sedang menghadirkan demokrasi yang hanya prosedural, bukan substantif," ujar Abdullah.
Abdullah berharap tak ada upaya lanjutan untuk membungkam mahasiswa secara struktural. Baik melalui tekanan terhadap kampus, intimidasi terhadap organisasi kemahasiswaan, maupun pendekatan yang menciptakan efek jera terhadap aktivisme sipil.
“Kami akan mengawal agar tidak ada bentuk intimidasi lanjutan. Kritik mahasiswa adalah bagian dari kontrol publik," jelas Abdullah.
"Justru pejabat publik perlu mendengarkannya secara terbuka dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Sebelumnya, tiga mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar diamankan saat Wapres Gibran berkunjung ke Kota Blitar, Rabu, 18 Juni 2025. Insiden itu berawal saat tiga mahasiswa tersebut melakukan aksi dengan membentangkan poster kritik bertuliskan ‘Omon-Omon 19 Juta Lapangan Kerja’ dan ‘Dinasti Tiada Henti’ saat Gibran hendak singgah di salah satu rumah makan.
Dalam video yang beredar, para mahasiswa yang membentangkan poster protes ketika Gibran melintas dengan mobilnya. Para mahasiswa itu diringkus oleh sosok yang diduga merupakan Paspampres RI-2 tersebut. Mereka dihalau hingga terjatuh.
Para mahasiswa tersebut kemudian dimintai keterangan oleh pihak kepolisian setempat. Mereka diamankan sebagai bagian dari prosedur pengamanan VVIP.
