PSI Disebut Dorong Keterbukaan Soal Pemilihan Ketum, PDIP Tetap Bertumpu pada Karisma Megawati

Ilustrasi bendera PDIP
Sumber :
  • FB

Jakarta, VIVA - Dua partai politik, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), baru saja menyelenggarakan kongres partai dalam waktu yang berdekatan.

Golkar Ingatkan Kader Muda Harus Jaga Demokrasi Bersih dari Politik Uang

Tapi, keduanya menampilkan sistem internal yang kontras. PSI memilih ketua umum secara terbuka dengan sistem one man one vote, sementara PDIP tetap menggunakan mekanisme aklamasi. Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Solo, Herning Suryo, menilai perbedaan itu mencerminkan kultur politik yang masih sangat dipengaruhi oleh pola patronase, khususnya dalam tubuh PDIP.

"Kalau PSI kan belum memiliki pemimpin sekuat Megawati yang karismatiknya memang masih sangat kuat. Apalagi kita masih ini ya pada budaya patronal gitu ya. Jadi budaya patronal itu sebuah kultur yang menempatkan panutan, atau patron, masih diikuti. Sehingga kemudian hasil Kongres kemarin Ibu Mega tetap berada di posisi ketua umum untuk periode 2025 sampai 2030," ujar dia, Selasa, 5 Agustus 2025.

Beri Arahan ke Pengurus, Jokowi Jadi Ketua Dewan Pembina PSI?

PSI ganti logo jelang Kongres di Solo

Photo :
  • Ist

Meski mengakui banyak kader PDIP yang punya kapasitas dan kapabilitas, Herning menilai belum ada yang cukup kuat untuk mengambil alih posisi pemimpin partai.

MBG Disebut Bukan Janji Politik, Tapi Misi Peradaban

"Yang masih dikehendaki oleh PDIP itu adalah pemimpin yang memiliki kharismatik, yaitu pemimpin yang masih memiliki kesejarahan, masih terkait kesejarahan perjalanan partai politik itu sendiri," kata dia.

Sementara itu, Herning menilai PSI tengah membangun fondasi sebagai partai terbuka, sesuatu yang menurutnya positif dalam perkembangan demokrasi.

"Ini memang hal yang baik dalam sebuah demokrasi. Ini baik," ujarnya.

Namun ia menambahkan, keberhasilan strategi itu masih perlu diuji oleh respons publik.

"Persoalan berhasil atau tidak ya nanti bisa dilihat dari respon publik apakah partai terbuka itu menjadi label yang kuat, itu perlu diuji," tutur dia.

Herning menegaskan, untuk menjaga identitas sebagai partai terbuka, PSI perlu konsisten dalam merawat kultur tersebut, salah satunya dengan terus menerapkan sistem one man one vote dalam pemilihan ketua umum. Terkait kebutuhan akan figur karismatik untuk menarik pemilih, Herning menyebut hal itu tidak terlalu dominan dalam konteks PSI.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya