Soal Rangkap Jabatan, Luhut dan Nusron Diminta Contoh JK
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
Berbeda dengan sistem parlementer, yang mana seorang Perdana Menteri (PM) itu hanya sebagai kepala pemerintahan bukan kepala negara.
"Kan kepala negara itu ratu raja. Yang menyenangkan dalam sistem Parlemen rangkap jabatan itu diperbolehkan," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan alasan utama Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid didapuk sebagai pengurus Golkar periode 2016-2019.
Luhut diangkat menjadi Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar. Sementara Nusron didapuk sebagai Koordinator Pemenangan Pemilu Indonesia I meliputi wilayah Jawa dan Sumatera.
Menurut Nurdin, keduanya dimasukan ke dalam kepengurusan lantaran mereka merupakan kader Golkar yang memiliki kapasitas, kompetensi.
Kata Nurdin, di dalam memanajemen kepengurusan, setiap orang tak perlu harus selalu hadir secara fisik. Karenanya, Nurdin tak masalah jika keduanya harus rangkap jabatan.
Sementara itu, Luhut diketahui sudah menyatakan telah menolak posisi barunya di Partai Golkar itu. Dia mengaku Presiden Jokowi sudah mengamanatkan kepada para menterinya untuk tidak rangkap jabatan. Oleh karena itu, dia lebih memilih fokus mengerjakan tugasnya di kabinet.
Sedangkan justru Nusron tak keberatan dengan jabatan barunya di Golkar. Bahkan dirinya berkata akan segera menemui Presiden Jokowi untuk membicarakan boleh atau tidaknya dirinya rangkap Jabatan.
Mantan Ketua Umum GP Ansor itu juga mengaku tidak keberatan jika harus melepaskan salah satu jabatan yang dia emban saat ini. Bahkan, jika diberi kesempatan mengemban dua jabatan, Nusron yakin bisa menghindari terjadinya abuse of power di lembaga pemerintahan yang saat ini dia pimpin.
(ren)
