Gaprindo Ungkap Kerugian Rencana Penyeragaman Kemasan Rokok

Ilustrasi rokok
Sumber :
  • freepik

Jakarta, VIVA – Kementerian Kesehatan sedang menyusun aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang disebut telah memicu polemik.

Indonesia Kena Tarif Impor AS 19%, DPR: Ini Pembebanan, Tapi Patut Disyukuri

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi menjelaskan, aturan plain packaging berencana untuk mengatur desain kemasan rokok secara seragam, termasuk ukuran, jenis huruf, warna, dan letak penulisan merek serta identitas produsen.

"Bahkan, jenis tulisan diharuskan menggunakan Arial dan warna kemasan rokok disamakan dengan kode warna Pantone 448C," kata Benny dalam keterangannya, Senin, 3 Maret 2025.

Mentan Amran Mau 'Sikat Habis' Produsen yang Oplos Beras Premium

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.

Photo :
  • VIVA/ Yeni Lestari.

Dia menyatakan, rencana aturan plain packaging ini akan menghilangkan semua bentuk identitas produk seperti ciri, warna, atau logo yang nantinya akan tampak sama semua.

Mentan Jengkel Ada 212 Produsen Beras Nakal Manipulasi Takaran, Desak Aparat Bertindak

Menurut Benny, aturan yang sedang digodok Kemenkes ini justru merujuk pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang digunakan banyak negara non-produsen dalam membuat regulasi kebijakan produk tembakau.

"Padahal, Indonesia tidak meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Maka penyeragaman kemasan rokok ini sebenarnya diperkirakan karena Kemenkes mengacu pada FCTC yang tidak diratifikasi pemerintah Indonesia, sehingga ini tidak punya dasar," ujar Benny.

Dia mengatakan, sesuai dengan Putusan MK No. 71/PUU-XI/2013, produk tembakau adalah produk legal di Indonesia. Namun, pengaturan penyeragaman kemasan rokok ini justru membuat produk tembakau tidak memiliki hak untuk berpromosi dan diiklankan, seperti produk ilegal lainnya.

Kebijakan tersebut dinilai sebagai upaya menghilangkan identitas merek sekaligus merusak hak konsumen, dalam menerima informasi yang tepat terkait produk serta kebebasan untuk memilih preferensinya.

Benny pun memperingatkan Kemenkes tentang kemungkinan melanggar aturan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

"Kebijakan ini akan merampas produsen atas merek dagangnya, hak cipta yang menjadi bagian dari kemasan tersebut, serta reputasi baik yang telah dibangun oleh produsen dan merek dagangnya selama puluhan tahun," kata Benny.

Dia mengatakan, aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) juga merusak kemampuan produsen untuk berkomunikasi dengan konsumen dewasa. Ketidakmampuan menggunakan merek secara penuh akan menyulitkan industri untuk membedakan antara produk yang dijual ke konsumen.

Selain itu, ia menilai bahwa masalah lain yang membesar akibat penerapan plain packaging adalah peningkatan peredaran rokok ilegal. Dengan kemasan yang seragam seluruhnya, tidak ada pembeda antara rokok legal dan ilegal, karena hilangnya identitas merek. Akibatnya, penjualan rokok legal menurun dan pada akhirnya akan memberikan dampak kepada para pekerja, petani tembakau, peritel, dan industri kreatif.

"Kebijakan ini merupakan kesempatan bagi para pelaku rokok ilegal, karena dengan adanya standardisasi (penyeragaman) warna, bentuk, dan jenis huruf yang ditentukan, akan sangat mudah bagi produsen ilegal membuat tiruan dari merek rokok legal," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya