China Ancam Negara yang Nego Tarif dengan AS, Begini Reaksi Indonesia
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Pemerintah China mengancam akan melakukan tindakan balasan kepada negara-negara yang tengah melakukan negosiasi tarif perdagangan dengan Amerika Serikat (AS), yang berpotensi merugikan kepentingan China.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, pemerintah Indonesia akan tetap berdagang dengan mitra-mitra dagang termasuk dengan AS dan China, di tengah memanasnya situasi perang dagang saat ini.
"Jadi kalau kita tidak melakukan tindakan balasan, maka kita akan tetap melakukan kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra kita lainnya seperti biasa," kata Djatmiko dalam konferensi pers di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin, 21 April 2025.
Dia menegaskan, baik Indonesia maupun China sama-sama menjunjung tinggi prinsip perdagangan multilateral, dan menghormati hak serta kewajiban masing-masing negara dalam hubungan dagang internasional.
"Saya rasa Indonesia dan China juga sama-sama menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdagangan multilateral, serta saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing," ujar Djatmiko.
Dia mengaku, Kemendag tidak bisa berspekulasi soal apa yang akan terjadi ke depannya, terkait dengan perkembangan situasi perang dagang. Ia menegaskan, Indonesia hanya akan memastikan bahwa kegiatan perdagangan dengan para mitra dagang bakal tetap dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Apabila ada isu terkait urusan perdagangan antara Indonesia dengan negara lain di lapangan, Dia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan isu tersebut melalui jalur diplomasi.
"Kalaupun ada isu di lapangan, kita akan selalu selesaikan di forum diplomasi," ujarnya.
Diketahui, sebelumnya China telah mengeluarkan ancaman kepada negara-negara yang tengah melakukan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS), apabila hal itu berpotensi merugikan kepentingan China.
Pernyataan tersebut dikeluarkan China, guna merespon rencana Presiden AS, Donald Trump, yang akan menggunakan negosiasi tarif untuk menekan para mitra dagang AS agar membatasi hubungan mereka dengan Tiongkok.