Ekonom Ingatkan Pemerintah Tak Buru-buru Turuti Permintaan AS, Ini Alasannya
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Pengadilan Perdagangan Internasional Amerika Serikat (AS), telah memblokir sebagian besar kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Trump dinilai telah melampaui kewenangannya saat memberlakukan tarif besar-besaran, yang berdampak pada biaya impor bagi perusahaan hingga masyarakat biasa.
Merespons hal ini, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan dengan dibatalkannya tarif oleh pengadilan perdagangan akan berdampak serius terhadap perkembangan negosiasi antara Indonesia dan AS. Dia pun mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru menuruti permintaan AS.
"Pemerintah Indonesia jangan terburu-buru menuruti semua permintaan AS termasuk dalam dokumen USTR, karena perkembangan soal tarif resiprokal masih sangat dinamis," ujar Bhima saat dihubungi VIVA, Jumat, 30 Mei 2025.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif masuk barang impor ke AS
- AP Photo/Mark Schiefelbein
Bhima menjelaskan, terkait permintaan AS agar Indonesia mengimpor LNG dan minyak lebih besar, bisa dibatalkan. Sebab diketahui, Presiden Prabowo Subianto sudah memerintahkan agar RI meningkatkan impor LPG dan LNG dari AS sebagai bagian dari negosiasi.
"Soal permintaan AS agar indonesia mengimpor LNG dan minyak lebih besar bisa dibatalkan, posisi Trump sebenarnya sedang lemah. Begitu juga permintaan untuk melakukan perubahan pada TKDN juga bisa ditunda dulu," jelasnya.
Bhima mengatakan, jika pemerintah Indonesia menuruti semua permintaan AS akan membuat neraca perdagangan RI jebol, hingga banjirnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Tanah Air.
"Jangan sampai tarif AS batal tapi Indonesia sudah menjalankan semua kemauan AS, bisa jebol neraca perdagangan Indonesia karena masuknya barang impor dan memicu PHK massal lanjutan di berbagai sektor," tegasnya.
Sebelumnya, Pengadilan federal pada Rabu, 28 Mei 2025, memutuskan bahwa aturan Presiden Donald Trump telah melampaui kewenangannya saat memberlakukan tarif besar-besaran yang berdampak pada biaya impor bagi perusahaan hingga masyarakat biasa. Hal ini pun direspons oleh Gedung Putih.
Juru bicara Gedung Putih Kush Desai mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa defisit perdagangan telah menciptakan keadaan darurat nasional yang telah menghancurkan masyarakat Amerika.
"Kehilangan pekerja kita, dan melemahkan basis industri pertahanan kita, namun fakta ini tidak dibantah oleh pengadilan," kata Desai, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis 29 Mei 2025.
"Bukan tugas hakim yang tidak dipilih untuk memutuskan cara menangani keadaan darurat nasional dengan tepat," Desai menambahkan.
Dalam perdagangan sore hari, indeks berjangka Nasdaq melonjak hampir 2 persen sementara indeks berjangka S&P 500 naik sekitar 1,7 persen. Indeks berjangka Dow Jones Industrial Average naik 520 poin, atau hampir 1,2 persen.