Pantas Kelas Menengah Sulit Kaya! Ini 8 Kebiasaan Sepele Bikin Dompet Tipis
- Freepik.com//@prostooleh
Jakarta, VIVA – Banyak masyarakat kelas menengah kerap merasa gaji bulanan habis begitu saja padahal sudah berhemat. Faktanya, kebiasaan-kebiasaan kecil yang tidak disadari justru menjadi penyebab Anda terus merasa kekurangan.Â
Analis Keuangan, Avery White, melihat sejumlah kebiasaan kecil yang terlihat sepele ternyata bisa menguras keuangan secara perlahan. Ia menyimpulkannya berdasarkan pengalaman pribadi maupun dari para kliennya.Â
Dikutip dari VegOut pada Selasa, 1 Juli 2025, analis keuangan yang sudah berkarier bertahun-tahun membeberkan delapan kebiasaan buruk yang bisa membuat Anda miskin dan sulit kaya. Apa saja? Simak ulasannya di bawah ini.Â
1. Bisa beli Bukan Berarti Harus Beli
Ilustrasi belanja barang branded
- BRI
Kebiasaan pertama adalah menyamakan kemampuan membeli dengan alasan membeli. Beberapa orang merasa selama suatu pengeluaran masih masuk dalam anggaran, maka tidak menjadi masalah.Â
Tindakan-tindakan sepele akan menguras kantong karena tanpa Anda sadari anggaran yang dibuat habis untuk belanja impulsif. White menyarankan untuk lebih cermat membedakan keinginan dan kebutuhan serta menahan diri hanya karena sekadar mampu membeli tanpa mempertimbangkan nilai manfaat dari barang tersebut.
2. Kekeliruan Memanfaatkan Utang
Menurut White, utang bisa menjadi alat bantu finansial jika digunakan dengan strategi yang tepat. Namun, sebagian besar utang yang diambil kalangan menengah cenderung dilatarbelakangi oleh keputusan emosional daripada perencanaan yang matang.
Misalnya cicilan mobil, memanfaatkan kartu kredit untuk liburan mewah hingga belanja baju. Ramit Sethi mengatakan, "Ada perbedaan antara berinvestasi untuk masa depan dan membayar gaya hidup secara cicilan."
3. Menyesuaikan Gaya Hidup seiring Kenaikan Gaji
Ilustrasi Gaji
- www.freepik.com
Banyak keluarga kelas menengah beranggapan peningkatan pendapatan harus diikuti dengan peningkatan standar hidup. Hal ini terlihat dari kebiasaan membeli rumah dan kendaraan baru hingga gaya berpakaian setiap kali naik gaji.
Orang tidak menyadari lingkungan tempat tinggal dan gaya hidup justru memerlukan biaya perawatan yang lebih mahal yang bisa menguras seluruh pendapatan. Pertimbangkan untuk hidup di bawah kemampuan agar keuangan lebih stabil bahkan mempercepat Anda mencapai kebebasan finansial (financial freedom).
4. Menganggap Bonus sebagai Hak Berfoya-foya
Uang tidak terduga seperti bonus atau THR sering kali langsung dihabiskan untuk keperluan konsumtif yang tidak penting. Banyak orang menganggap uang tersebut sebagai ‘uang bebas’ yang boleh digunakan tanpa perhitungan.Â
Padahal, pengelolaan yang lebih tenang dan penuh pertimbangan terhadap dana tersebut dapat memberikan dampak jangka panjang yang jauh lebih besar.
5. Pengeluaran Kecil yang Dilakukan Berulang
Ilustrasi kopi.
- Instagram kenanganheritage.id
Pengeluaran kecil seperti membeli kopi, barang tambahan di e-commerce, atau langganan yang lupa dihentikan sering kali tidak dianggap penting. Padahal, jika diakumulasi jumlahnya cukup besar. Solusinya catat setiap pembelian kecil di bawah Rp 100 ribu. Catatan ini menjadi pengingat bagi Anda untuk tidak konsumtif.
6. Mengira Penghasilan Lebih Tinggi sebagai Solusi
Kalangan kelas menengah merasa semua masalah keuangan akan selesai jika mereka memiliki penghasilan lebih tinggi. Kenyataannya, jika kebiasaan belanja tidak berubah atau meningkat seiring gaji maka rasa ‘selalu kurang’ akan terus terjadi.Â
Konsep ini dikenal sebagai inflasi gaya hidup. Di mana kenyamanan yang tadinya terasa istimewa perlahan menjadi standar sehingga memicu lingkaran konsumsi tanpa akhir.
7. Takut Membahas Keuangan
Ilustrasi Sedang Berdiskusi
- freepik.com/freepik
Sebagian orang enggan membahas keuangan secara terbuka karena merasa malu atau takut. Akibatnya, keputusan finansial sering diambil tanpa diskusi atau kesepakatan bahkan menyembunyikan pengeluaran dari pasangan.Â
White menceritakan salah satu kasus kliennya yang tidak mengecek kartu kredit selama dua tahun. Betapa mengejutkan, nilai bunganya hampir US$4.000 dari pembelian yang tidak ia ingat. Masalah seperti ini jelas membebani keuangan.
8. Tidak Punya Rencana Jangka Panjang
Kebutuhan masa depan, seperti dana pensiun, dana darurat, dan pelunasan utang sering dianggap tidak mendesak dan akhirnya ditunda terus-menerus. Padahal, justru di sanalah letak kestabilan finansial yang sesungguhnya.Â
White mengatakan, strategi finansial paling kuat seringkali bukan yang paling menarik tetapi yang bisa diandalkan dalam jangka panjang. Ia menyarankan untuk menggunakan sistem otomatis agar tabungan dan investasi tetap berjalan tanpa tergantung pada semangat atau motivasi sesaat.
Mulailah untuk mengevaluasi setiap kebiasaan Anda saat menggunakan uang. Semakin cepat Anda menyadarinya maka semakin cepat pula Anda mengambil kendali untuk memperbaikinya. Kesadaran finansial hari ini bisa memberikan perbedaan besar dalam sepuluh tahun ke depan.