Airlangga Targetkan RI Tidak Kena Tarif Resiprokal AS
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, saat ini pemerintah masih berupaya agar bisa terhindar dari tarif timbal balik Amerika Serikat (AS), yang bakal dikenakan mulai 9 Juli 2025.
Karenanya, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan memperjuangkan hal tersebut. meskipun dia juga menyadari bahwa tentunya pemerintah AS memiliki pertimbangan dan kebijakannya sendiri.
"Tentu kita ingin agar tarif resiprokal tidak dikenakan terhadap Indonesia (0 persen). Tapi tentunya mereka (AS) kan juga punya kebijakan tersendiri," kata Airlangga saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Juli 2025.
Tenggat waktu (deadline) penundaan tarif resiprokal yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap Indonesia adalah pada tanggal 9 Juli 2025. Terkait hal itu, Airlangga memastikan bahwa pemerintah Indonesia juga sudah memberikan penawaran kedua (second offer) kepada pihak pemerintah AS.
"Ini lanjutan dari pembicaraan, karena kita sudah memberikan proposal. Lalu ada counter proposal, kemudian kita kirim proposal lagi," ujar Airlangga.
Ilustrasi Ekspor-Impor
- VIVA/M Ali Wafa
Menurutnya, tawaran dari pemerintah Indonesia tersebut juga telah diterima dan dikaji oleh tim negosiator dagang AS, yang dalam hal ini diwakili oleh US Trade Representative (USTR).
Airlangga mengaku, saat ini pemerintah Indonesia juga masih menunggu respons dari tim USTR, terkait proposal dagang terbaru yang diajukan tersebut.
Ekspor-Impor
- VIVA/M Ali Wafa
Dia memperkirakan, jawaban dari pemerintah AS kemungkinan baru akan keluar pada 4 Juli 2025 mendatang. Sebab saat ini pemerintahan Donald Trump masih sibuk membahas RUU pajak dan belanja, yang baru lolos dari Senat AS.
"Kita tunggu saja bagaimana pemerintah Amerika merespons. Hari ini mereka sibuk urusan big budget (RUU pajak dan belanja) sampai tanggal 4 (Juli 2025). Jadi mungkin sesudah itu baru masalah tarif ini bisa kembali dibahas," ujarnya.
