Akselerasi Pembangunan Transmisi Listrik, Kadin Usul PLN Terbitkan Green Bond

Aryo Djojohadikusumo.
Sumber :
  • Antara.

Jakarta, VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai penerbitan obligasi yang secara khusus ditujukan membiayai proyek ramah lingkungan atau Green Bonds dapat mengakselerasi pembangunan transmisi listrik bersih yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Instrumen keuangan itu pun dapat dikeluarkan oleh PLN.

Cara Chandra Asri Dukung Penyediaan Energi Bersih untuk Kota Hijau

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aryo Djojohadikusumo mengatakan, hal tersebut sebagai upaya menghadirkan instrumen finansial inovatif guna mempercepat transisi ke listrik bersih. Sebab, tantangan terbesar dalam pengembangan EBT saat ini terletak pada investasi jaringan transmisi yang menghubungkan pembangkit dengan pusat beban.

“Internal rate of return (IRR) untuk pembangunan transmisi saat ini hanya sekitar 6 persen. Dalam dunia usaha, angka itu terlalu rendah sehingga investor swasta enggan masuk. Karena itu, pembangunan transmisi mau tidak mau harus ditangani PLN," ujar Aryo di Jakarta, dikutip Kamis, 21 Agustus 2025.

Anindya Tegaskan Industri Hijau Bisa Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi

Ia mengatakan, peran penerbitan Green Bonds menjadi penting, karena menjadikan PLN memiliki pendanaan memadai untuk membangun jaringan transmisi listrik EBT dan sekaligus memperluas bauran energi hijau nasional.

Menurut dia, Indonesia tidak kekurangan sumber daya energi bersih, tetapi membutuhkan skema finansial yang mampu menjembatani kesenjangan antara potensi dan permintaan listrik yang terus meningkat. “Dengan Green Bonds, PLN bisa membiayai pembangunan jaringan transmisi listrik EBT,” ujar dia.

PLN IP Gandeng PGE Perkuat Sinergi Pengembangan Energi Panas Bumi Nasional

Dia pun menjabarkan bahwa keunggulan dari Green Bonds yakni dana yang terkumpul hanya digunakan untuk proyek hijau. Sehingga memberi kepercayaan lebih kepada investor global yang kini semakin selektif dalam menyalurkan pendanaan.

Bagi Indonesia, obligasi hijau dapat menjadi instrumen kunci untuk kebutuhan pembangunan pembangkit hingga jaringan transmisi yang hampir mencapai Rp3.000 triliun, sekaligus meningkatkan kredibilitas transisi energi di mata internasional.

Aryo Djojohadikusumo

Photo :
  • istimewa

Pandangan Aryo diamini oleh Senior Executive Vice President​​​​​​​ (SEVP) Hukum, Regulasi, dan Kepatuhan PLN, Nurlely Aman, yang menyebutkan bahwa pembangunan pembangkit hingga jaringan transmisi tidak bisa dilakukan sendiri oleh PLN.

“RUPTL 2025–2034 yang kami keluarkan menargetkan 76 persen tambahan kapasitas berasal dari EBT, termasuk energy storage. Namun, pertanyaannya bukan lagi apa yang harus dilakukan, tetapi bagaimana mengeksekusinya bersama. PLN tidak bisa berjalan sendiri, peran aktif swasta mutlak diperlukan,” kata Nurlely.​​​​​​​

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik​​​​​​​ (RUPTL) terbaru menempatkan Independent Power Producer (IPP) sebagai penyumbang dana lebih dari 70 persen. Untuk merealisasikannya, PLN mengandalkan kolaborasi internasional serta skema pembiayaan hijau, termasuk transition financing yang tengah digodok.

Sementara itu, CEO Bosowa Corporindo, Subhan Aksa menyoroti kebutuhan energi rendah emisi di wilayah Indonesia timur. Menurutnya, pertumbuhan konsumsi energi di Sulawesi Selatan mencapai 9 persen per tahun. Namun perubahan iklim menimbulkan tantangan besar.

“Pada 2023, kekeringan ekstrem menyebabkan shortage besar pada PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), sehingga beberapa industri harus dikorbankan. Renewable bukan beban, tetapi peluang. Namun tanpa dukungan regulasi dan pemerintah, swasta tidak akan berhasil. Kami ingin menjadi mitra pemerintah untuk pemerataan energi di Indonesia timur,” ucap Subhan.

Ia menambahkan, peran swasta tidak hanya penting dalam penyediaan teknologi dan investasi, tetapi juga dalam mempercepat adopsi energi bersih di sektor industri. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya