Ekonomi AS Terancam Runtuh, 'Government Shutdown' Disebut Bisa Jadi Pemicu Krisis

Presiden AS Donald Trump berpidato di Sidang Umum PBB ke-80.
Sumber :
  • UN

Jakarta, VIVA – Pemerintah federal Amerika Serikat kembali berada di ambang penutupan, kecuali Kongres dapat mencapai kesepakatan pendanaan sebelum dimulainya tahun fiskal baru pada 1 Oktober 2025.

DPR Ingatkan Bahaya Radikal Kiri, Minta BNPT Belajar dari Penembakan Charlie Kirk di AS

Jika tidak tercapai kompromi, pendanaan akan berhenti dan layanan publik ikut terganggu. Ekonomi AS sendiri berada dalam kondisi rapuh.

Delapan bulan memasuki masa jabatan kedua Presiden Donald Trump, ekonomi sudah dibebani oleh tarif global yang membuat harga naik, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan deportasi massal yang mengurangi pasokan tenaga kerja.

Netanyahu Bertemu Trump Hari Ini dalam Kondisi 'Terpojok'

“Ekonomi cukup rentan,” kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody’s Analytics, seperti dikutip dari NY Times, Senin, 29 September 2025. “Di masa yang lebih tangguh, saya pikir bahkan shutdown yang berkepanjangan tidak akan menggagalkan ekonomi. Tetapi dalam kondisi saat ini, itu bisa menjadi hal yang membuat kita jatuh,” ungkapnya.

Batas waktu ditetapkan pada 30 September pukul 23.59, waktu setempat. Jika Kongres dan Gedung Putih tidak mencapai kesepakatan, sebagian besar layanan pemerintah akan berhenti.

Trump Kerahkan 200 Pasukan Garda Nasional ke Portland Lawan 'Teroris'

Shutdown sebelumnya menunjukkan dampak langsung terhadap kehidupan sehari-hari. Taman nasional, museum, sebagian inspeksi keamanan pangan, hingga layanan untuk bisnis kecil bisa terganggu. 

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Photo :
  • Ist

Program besar seperti Social Security dan Medicare tetap berjalan, tetapi layanan tambahan seperti penerbitan kartu baru dapat terhambat.

Program bantuan gizi perempuan, bayi dan anak-anak atau W.I.C. juga berpotensi terkena dampak, di mana mulai 1 Oktober, program ini tidak dapat menerima peserta baru tanpa tambahan dana dari Kongres.

“Penurunan belanja federal yang tajam dan berkepanjangan biasanya memberi efek berantai, memangkas pengeluaran konsumen, kontraktor swasta, dan aktivitas bisnis lainnya,” kata Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics.

Gregory Daco, kepala ekonom di EY-Parthenon, menyebut kondisi ini sangat berbeda dibanding masa lalu. “Tidak semua shutdown sama, tergantung seberapa tangguh ekonominya,” katanya. “Sekarang, ekonomi tampak kehilangan momentum.”

Michael R. Strain, direktur studi kebijakan ekonomi di American Enterprise Institute, menyoroti risiko terhadap pasar keuangan. “Semakin lama shutdown berlangsung, semakin dipertanyakan kemampuan dasar pemerintah untuk berfungsi,” ujarnya. 

“Pasar mungkin memaafkan shutdown jangka pendek, tetapi semakin lama berlangsung, kekhawatiran tentang stabilitas pemerintah AS semakin besar.”

Terlebih, Ketua Federal Reserve, Jerome H. Powell, sebelumnya menggambarkan kondisi ekonomi AS menantang, dengan latar pemotongan suku bunga pertama dalam beberapa bulan terakhir.

Selain itu, dampak shutdown juga bisa mengenai ketersediaan data resmi. Bahkan Biro Statistik Tenaga Kerja (Bureau of Labor Statistics) mungkin harus menghentikan operasinya jika pendanaan berhenti.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya