Dilema Beras Bulog

Ilustrasi beras Bulog
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Keputusan pemerintah untuk mengubah program beras sejahtera atau Rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Mei lalu, bikin Badan urusan Logistik atau Bulog pusing. Pasalnya, penyerapan beras Bulog tidak bisa dipungkiri jadi tidak maksimal. 

Kebutuhan Beras SPHP se-Kalbar Hampir 200 Ton per Hari

Bahkan, belakangan ini heboh di masyarakat bahwa Bulog akan 'membuang' sebanyak 20 ribu ton beras karena mutunya telah turun. Beras tersebut merupakan cadangan beras pemerintah yang harusnya diserap oleh Kementerian Sosial untuk program bantuan sosial pemerintah.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh ketika berbincang dengan VIVAnews mengungkapkan, gejala tertimbunya beras sudah terlihat sejak 2017 lalu. Kala itu program BPNT mulai diujicoba untuk mengantikan program Rastra. 

Bantuan Pangan Beras Diklaim Berhasil Tekan Inflasi di 2023, Bulog Beberkan Datanya

"Pengalihan dari Rastra ke BPNT itu pengaruh juga," ujar Tri dikutip Selasa 10 Desember 2019

Dia menceritakan, beras penugasan program pemerintah yang tadinya bisa mencapai 2,3 juta ton kini hanya 300 ribu ton. Padahal, Bulog terus melakukan penyerapan beras petani untuk program pemerintah.

Bulog Siap Impor 1 Juta Ton Beras pada 2024, Antisipasi Krisis Pangan

Dari uji coba pada pertengahan 2017 hingga diberlakukan pada Mei 2019 penyerapan BPNT pun belum maksimal hingga kini. Sementara itu kebutuhan untuk program Rasta terus menurun.

"Beras itu kan barang mudah rusak. Coba taruh beras di rumah sebulan rusak tidak? Rusaklah," ungkapnya. 

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pun menjelaskan hal senada. Menurunnya, mutu atau rusaknya 20 ribu ton beras karena itu dipersiapkan untuk program BPNT yang sejatinya mulai digenjot sejak 2017. 

Dia mengatakan, Bulog telah meyiapkan beras-beras itu dan dikirim ke sekitar 45 kota yang dicakup oleh program BPNT. Beras tersebut telah ditempatkan dalam kemasan lima kilogram untuk disalurkan melalui program BPNT. 

"Ternyata enggak jadi dipakai (BPNT) kalau kita tarik kembali cost-nya tinggi. Akhirnya kita diamkan di sana untuk kepentingan lain. Itu yang akibatkan kerusakan beras," ujarnya awal bulan ini. 

Menurutnya, dengan tidak berjalannya program pemerintah tersebut, Bulog jelas dirugikan. Karena beras yang dibeli melalui pinjaman bank tersebut tidak bisa didistribusikan ke masyarakat. 

"Ini masalahnya tadi beras kita tidak bisa distribusikan enggak kepakai kemudian tidak dibeli atau dibayar mensos. Sedangkan, kita belinya dengan pinjam. Ini jadi masalah semakin lama kita simpan itu bukan semakin baik karena bunga ditambah bunga terus," tegasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya