Indonesia Berada di Persimpangan
- VIVA/Lazuardhi Utama
Jakarta, VIVA – Dalam dunia yang semakin terkoneksi seperti sekarang, tantangan terhadap sistem teknologi informasi kian kompleks.
Ancaman siber meningkat, kebutuhan daya komputasi melonjak, dan efisiensi operasional menjadi prioritas organisasi kecil maupun besar. Khususnya Indonesia.
Di tengah tren dan perkembangan teknologi yang kian dinamis, pelaku industri Tanah Air masih memiliki tantangan serius untuk mengadopsi teknologi terkini, seperti teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), genAI, agentic AI, hingga cloud computing.
Meski begitu, masih ada sejumlah hambatan.
Pelaku industri di Indonesia disinyalir masih menganut pola pikir konvensional (fixed mindset), di mana mereka masih mempertahankan solusi terknologi sebelumnya, alih-alih mengadopsi yang teknologi yang lebih canggih.
Hal ini terjadi lantaran minimnya talenta digital serta masih terbatasnya ketersediaan ekosistem digital.
VIVA Digital bersama sejumlah media berkesempatan bincang-bincang dengan Managing Director Hewlett Packard Enterprise atau HPE Indonesia, Meygin Agustina.
Lantas, apa pandangannya soal hambatan yang melanda pelaku industri Tanah Air?
"Different countries, different challenges. Kalau di Indonesia, kami sudah keliling ke semua pelanggan di segala macam segmen. They want to know what to do. Karena mereka masih konvensional (pola pikirnya). Masih nyaman dengan solusi sebelumnya," kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ketika pelaku industri hendak bergerak ke teknologi yang lebih maju, seperti genAI maupun agentic AI, terkendala dua hal, yaitu kesiapan talenta digital dan keterbatasan ekosistem digital.
"Karena itu (talenta digital) enggak cuma sebagai user tapi create untuk develop. Itu biggest challenge. Lalu, ekosistem digital yang belum terbentuk. Indonesia disebut masih berada pada level medium. Sebaliknya, negara-negara seperti Singapura contohnya sudah maju pada level advance, bahkan tahap developer seperti Amerika Serikat (AS)," ungkapnya.
Oleh karena itu, Meygin Agustina mendorong dilakukannya kolaborasi. Sebab, lanjut perempuan cantik ini, inovasi tanpa kolaborasi it's sitting nowhere. "Jadi kuncinya di situ (kolaborasi)," papar dia.
Bukan itu saja. Di tengah meningkatnya risiko keamanan teknologi dan informasi (TI), secara global, kerugian akibat serangan siber ditaksir mencapai Rp10,5 triliun, termasuk serangan ransomware yang menyasar infrastruktur digital dan rantai pasok perusahaan.
Tak pelak, perusahaan membutuhkan pusat data atau data center namun operasional tetap efisien. Melalui platform HPE Compute Ops Management, pelanggan dapat memantau dan mengelola server berbasis cloud dengan bantuan AI.
Sistem ini diklaim mampu memprediksi konsumsi daya dan emisi karbon, serta menyederhanakan pengaturan awal perangkat secara otomatis, bahkan untuk lokasi terpencil tanpa staf TI sekali pun.
Fitur visual berbasis peta dan integrasi dengan alat pihak ketiga membantu memangkas waktu henti (downtime) hingga 4,8 jam per server per tahun.
HPE Power Advisor, alat perencanaan mandiri, turut disediakan untuk membantu pelanggan memperkirakan dampak lingkungan dan operasional dari penggunaan teknologi mereka.
Server HPE ProLiant Gen12 dirancang untuk menangani beban kerja berat seperti AI, big data analytics, hybrid cloud, dan virtual desktop infrastructure (VDI).
Jika dibanding generasi sebelumnya, server HPE ProLiant Gen12 menawarkan peningkatan efisiensi performa per watt hingga 41 persen dan penghematan daya tahunan hingga 65 persen.
"Satu unit Gen12 mampu menggantikan tujuh unit dari generasi Gen10, memungkinkan pembebasan ruang dan daya di data center," tegas Meygin Agustina.
Bagi lingkungan operasional yang membutuhkan efisiensi termal tinggi, HPE juga menawarkan opsi direct liquid cooling (DLC), sistem pendingin berbasis cairan yang 3.000 kali lebih efektif dibanding udara.
Tak hanya mengandalkan perangkat keras atau hardware, Hewlett Packard Enterprise turut menggandeng NVidia dalam menghadirkan solusi untuk mengoptimalkan fungsi AI di sistem server HPE ProLiant Gen12.
Ia mengaku jika Hewlett Packard Enterprise juga aktif mengembangkan ekosistem lokal melalui kolaborasi dengan startup dan program ISV (Independent Software Vendor), serta inisiatif ICIP Community untuk mendorong pertumbuhan industri digital di Indonesia.
"Indonesia berada di persimpangan. Apakah menggunakan sistem konvensional atau beralih ke cloud. Kami menekankan pentingnya pendekatan hybrid untuk menjaga kedaulatan data dan efisiensi investasi," ucap Meygin Agustina, menutup pembicaraan.