Serangga Ini Diam-diam Mampu Merekam Video dan Kirim ke Militer China

Bendera China.
Sumber :
  • AI

Beijing, VIVA – Boleh jadi, impian setiap dinas intelijen dunia adalah sebuah peranti intai berbentuk seperti seekor nyamuk besar, memiliki dua sayap kecil, berbadan ramping, dan berdiri di atas tiga kaki.

Hadirkan Aktor Chen Zheyuan, Telkomsel Berkolaborasi Dengan iQIYI Indonesia, Bidik Segmen Drama Popular China

Bukan serangga, nyamuk tersebut adalah sebuah mini-drone, hasil pengembangan Universitas Teknologi Pertahanan Nasional (NUDT) di China. Drone mungil ini dirancang untuk digunakan dalam operasi militer rahasia dan misi pengintaian, demikian laporan South China Morning Post (SCMP), Senin, 30 Juni 2025.

Penerbangan publik perdana "pengintai berdengung" itu disiarkan oleh CCTV7, saluran militer milik televisi nasional China, belum lama ini. Wahana yang hampir tak terlihat ini diperkenalkan oleh peneliti NUDT, Liang Hexiang, yang dikenal sebagai pengembang robot humanoid.

India Melaju Kencang: Ekspor Pakaian Melejit Saat Negara Barat Menjauh dari China dan Bangladesh

"Di tangan saya ini ada sebuah robot mirip nyamuk. Robot miniatur bionik seperti ini sangat cocok untuk misi intelijen dan operasi khusus di medan perang dengan empat sayap dan bisa dikendalikan menggunakan ponsel pintar (smartphone)," ujarnya, seperti dikutip dari situs DW.

Yang mengejutkan dari laporan CCTV bukan hanya kemajuan mencolok China dalam teknologi robotik, tetapi juga kenyataan bahwa drone mata-mata seukuran nyamuk itu ditampilkan secara terbuka kepada publik. Selama bertahun-tahun, para pengembang militer di seluruh dunia berlomba dalam miniaturisasi teknologi drone.

Afghanistan Putus Kontrak dengan China, Netanyahu Pusing hingga Iran Setuju Timur Tengah Bebas Senjata Nuklir

Tantangan utamanya terletak pada desain mikrofon, kamera, sistem kendali, sumber daya, dan komponen lain yang harus muat dalam ruang terkecil. Drone juga harus bekerja secara senyap, tahan banting, memiliki jangkauan yang jauh, dan berdaya tahan tinggi.

Pengembangan drone super kecil ini memerlukan keahlian khusus dari berbagai disiplin ilmu seperti robotika, ilmu material, dan teknologi sensorik: Kompetensi yang umumnya hanya tersedia di lembaga-lembaga militer.

Teknologi miniatur robot bionik biasanya dikembangkan dengan meniru struktur dan gerakan serangga alami. Banyak nama drone mikro sebabnya terinspirasi dari alam, seperti lebah, tawon, dan nyamuk. Tapi, bukan hanya militer China yang mendorong pengembangan drone mikro secara agresif.

Drone yang diperlihatkan NUDT menunjukkan kemiripan mencolok dengan "RoboBee", sebuah drone yang diperkenalkan oleh peneliti Harvard pada 2013. RoboBee yang panjangnya sekitar tiga sentimeter itu awalnya dikembangkan untuk pemantauan pertanian dan lingkungan. Kendati begitu, versi buatan China berukuran lebih kecil.

Beberapa model RoboBee diklaim dapat berenang di dalam air dan lepas landas dari permukaan air, atau "hinggap di permukaan dengan bantuan listrik statis," demikian menurut laman resmi Wyss Institute Harvard.

Meski mengesankan, drone pengintai berukuran mikro buatan China belum cukup tangguh untuk misi tempur. Karena peranti yang digunakan dalam medan perang harus mampu menghadapi kondisi cuaca ekstrem, sembari tetap memberikan citra dan data presisi tinggi.

Sebabnya, drone perang harus dilengkapi baterai tangguh dan berkapasitas besar, serta sistem kendali jarak jauh agar dapat dioperasikan dari lokasi aman.

Alasan ketangguhan pula yang mendorong banyak negara lebih menaruh minat pada drone seukuran telapak tangan "Black Hornet" buatan Norwegia, yang sudah digunakan selama beberapa tahun dalam misi pengintaian aman di medan tempur.

Angkatan Bersenjata Jerman (Bundeswehr), misalnya, juga telah membeli drone mirip mini-helikopter ini untuk misi "pengintaian visual senyap dalam jarak taktis dekat."

Menurut Bundeswehr, Black Hornet "memungkinkan prajurit tanpa pelatihan khusus untuk melakukan pengintaian tersembunyi secara instan." Drone ini dilengkapi teknologi inframerah, sangat ringan dan nyaris tanpa suara.

Dengan waktu terbang hingga 25 menit, nano-drone yang seukuran kantong celana ini dapat menyiarkan video langsung dan menangkap gambar berresolusi tinggi, berguna untuk mendeteksi jebakan atau ranjau tersembunyi, misalnya.

Angkatan Bersenjata Amerika Serikat juga diketahui mengembangkan drone mini sendiri. Pada 2021, Angkatan Udara AS menyatakan tengah mengerjakannya. Namun, sejauh mana kemajuannya, atau model apa saja yang sudah digunakan di lapangan, masih dirahasiakan oleh militer AS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya