Kisah Inspiratif Heri Chandra Santoso, Wujudkan Penikmat Karya Sastra Lintas Strata

Heri Chandra Santoso, penggiat sastra dari desa Boja
Sumber :
  • Blog belalangcerewet.com

KENDALSastra, bukan monopoli orang kota, bukan pula dominasi seniman kesohor. Masyarakat desa yang sepi akses informasi, juga bisa dan berhak berbicara sastra.

Melampaui Profit: Bagaimana Komunitas Trading Bersatu Merawat Lansia

Semangat tersebutlah yang menjadi ‘nyawa’ dari pendirian Komunitas Lereng Medini (KLM), sebuah komunitas yang memberikan ruang bagi pelajar desa, belajar sastra dan budaya di Kecamatan Boja, Kendal, Jawa Tengah.

Adalah Heri Chandra Santoso, kelahiran Kendal, 22 Mei 1982, yang bersama karibnya, Sigit Susanto, menggagas komunitas ini. Heri adalah jurnalis dan alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang.

Revival Kedua, Bikers Harley HOG Jakarta Gaspol Ribuan Km

Adapun Sigit adalah penggiat kesusastraan asal Boja yang juga moderator milis “Apresiasi Sastra”, yang kini bermukim di Swiss. Komunitas Lereng Medini berdiri pada 2008. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Medini adalah nama pegunungan yang melatari kawasan Boja. Langkah membangun komunitas ini, didahului
dengan membuka perpustakaan gratis 23 “Pondok Maos” pada 2006.

Komunitas Buktikan Toyota Agya Seru Dipakai Balapan

Perpustakaan ini memanfaatkan rumah Sigit di Jalan Raya Bebengan 221, Desa Bebengan, Boja. Koleksi bukunya sebagian besar adalah karya sastra, baik sastra Indonesia maupun asing.

“Sebelum belajar sastra, kita perkenalkan mereka dengan bacaan,” kata Heri.

Selain melakukan kajian sastra, anggota KLM juga membentuk kelompok baca. Yakni membaca karya sastra bersama-sama.

Selain mengenalkan kegemaran membaca buku, dua bulan sekali, Heri juga mengadakan seminar dan pelatihan penulisan cerita pendek dan pengolahan bahan-bahan plastik yang sudah jadi sampah untuk dijadikan cenderamata atau souvenir.

Mereka memanfaatkan bahan tersebut dibuat tas, topi, dan berbagai suvenir lainnya. Dari hasil kerajinan ini, dalam sebulan Heri bisa mengumpulkan omzet Rp10 juta.

Bahkan, di saat-saat tertentu, seperti akhir tahun, omzet bisa mencapai Rp20 juta. Penjualan aneka produk plastik tersebut masih di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam menjalankan kegiatannya ini, Heri mengaku mengalami sejumlah kendala. Salah satunya adalah meyakinkan para orang tua anak-anak putus sekolah tersebut bahwa kegiatan yang ia jalankan tidak dipungut biaya alias gratis.

"Awalnya para orang tua tidak mengizinkan karena khawatir dipungut biaya," ujar Heri.

Heri memaklumi karena mayoritas orang tua murid-muridnya bekerja sebagai petani kelas gurem dan buruh dengan penghasilannya yang pas-pasan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya