Bukan Sekadar Ritual, Makna Kurban dari Kacamata Mereka yang Tak Terlihat
- ist
VIVA – Idul Adha selalu jadi momen penuh makna. Setiap tahunnya, kita menyaksikan semangat berkurban hadir dalam bentuk hewan ternak, masjid-masjid ramai, dan antrean panjang pembagian daging. Namun di balik hiruk-pikuk itu, ada sisi lain dari Idul Adha yang jarang disorot — kisah dari mereka yang tak selalu punya kesempatan untuk ikut serta, bukan karena kurang niat, tapi karena realita kehidupan yang keras.
Adalah seorang penjual ketupat di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, yang tahun ini kisahnya menyentuh banyak hati. Ia dikenal sebagai sosok yang rajin, sederhana, dan setia mencari nafkah demi keluarganya. Namun Idul Adha kali ini terasa berbeda untuknya. Bukan karena kemeriahan atau ramainya pembeli, tapi karena sebuah kejutan yang datang dari arah yang tak disangka.
Brand minyak balur herbal Kutus Kutus, yang biasanya dikenal lewat gaya hidup sehat dan alami, menunjukkan sisi lain dari misinya. Dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Adha, mereka melakukan sebuah aksi sosial yang sangat bermakna: memberikan seekor kambing kurban kepada penjual ketupat tersebut — seseorang yang sejatinya ingin ikut berkurban, namun belum memiliki cukup rezeki untuk melakukannya.
Momen ini berlangsung hangat, bahkan haru. Tidak ada panggung megah atau sorotan kamera berlebihan. Hanya ada satu pesan yang sangat kuat: bahwa semangat Idul Adha tak mengenal batas sosial. Semua orang layak merasakan makna berbagi.
“Kurban itu bukan tentang besar kecilnya hewan, tapi tentang ketulusan berbagi. Lewat gerakan kecil ini, kami ingin semua orang bisa merasakan semangat Idul Adha yang inklusif dan penuh cinta,” kata Arniel Sugiharto, CEO dari Kutus Kutus.
Gerakan ini memberi pesan kuat bahwa berkurban bukan soal jumlah atau seberapa banyak yang diberikan. Ia tentang kepekaan terhadap sesama, tentang melihat mereka yang sering kali tak terlihat oleh lensa sosial kita. Penjual ketupat itu mungkin tak viral di media sosial, tak tampil dalam daftar tokoh inspiratif tahunan, namun kisahnya kini menjadi pengingat bahwa kasih sayang bisa hadir dalam bentuk paling sederhana — dan paling tulus.
Kutus Kutus dalam hal ini menunjukkan bahwa kepedulian bisa menjadi bagian integral dari gaya hidup sehat. Karena sejatinya, seperti yang mereka yakini, “healing itu nggak cuma buat tubuh, tapi juga buat hati.”
Idul Adha tahun ini membawa pesan yang lebih dalam dari sekadar tradisi. Ia menjadi momen perenungan: apakah kita sudah cukup melihat sekitar? Apakah kita masih menyempitkan makna kurban hanya sebagai seremonial tahunan?
Lewat kisah sederhana dari Pasar Minggu, kita diingatkan kembali: bahwa yang paling berharga dari kurban bukanlah kambing atau sapi, tapi ketulusan hati yang rela berbagi — bahkan kepada mereka yang selama ini luput dari perhatian.
