Kenalan Sama Angelina Rani, 1 dari 7 Dokter Berprestasi Indonesia yang Dikirim ke Italia
- Dok dr Angelina Rani.
Medan, VIVA – Jika dokter medis umumnya memiliki misi untuk menyehatkan para pasiennya, namun sedikit berbeda dengan dokter estetika. Selain mengedukasi pasien untuk menjaga kesehatan kulit, mereka juga bertekad untuk membuat orang-orang merasa percaya diri dengan penampilannya, baik wajah atau pun tubuh.
Hal itu pula yang menjadi cita-cita dr. Angelina Rani, M.Biomed AAM, dipl.AAAM. Dokter estetika yang sudah malang melintang di industri kecantikan selama 8 tahun itu, kini berfokus untuk memperbesar klinik kecantikannya, dr. A Aesthetic Centre, yang berada di Medan. Scroll untuk tahu lebih lanjut, yuk!
Dokter Angelina pun menceritakan awal mula mendirikan klinik tersebut dan alasannya mengapa akhirnya memilih hijrah ke Sumatera Utara, meski sebelumnya tinggal di Jakarta.
“Begitu tamat (pendidikan), satu tahun di Jakarta dulu, kerja sama klinik lain dulu. Karena ada rencana menikah, baru pindah ke Medan buka klinik ini,” ujarnya kepada VIVA.
Tidak langsung besar seperti sekarang, dokter Angelina awalnya hanya membuka klinik sederhana, dengan sedikit bed dan peralatan sederhana.
“Mulai dari kecil dulu, 4 bed dulu, mesin-mesinnya juga masih terbatas. Baru pelan-pelan upgrade,” tuturnya.
Perlahan, kliniknya mulai berkembang dan kini dokter Angelina pun sudah memiliki banyak pasien yang memercayakan perawatan kulitnya pada sang dokter. Hinga akhirnya, dia dipercaya sebagai 1 dari 7 dokter Indonesia yang dikirim ke Italia untuk menjalani pelatihan Cadaver Course bergengsi, pada Mei 2025 lalu, yang didukung oleh PYFAESTHETIC.
“Di bulan 5 udah selesai, kami dipercaya untuk berangkat. Jadi kelas Cadaver ini sebenernya gak gampang aksesnya, terutama yang di Eropa, kebanyakan kan yang di Korea. Jadi salah satu prestasi juga karena buat bisa masuk ke sana agak ribet sebenernya,” ungkapnya.
"Yang ke sana 7 dokter dari Indonesia, di sana selama 2 minggu. Di sana kita belajar soal kulit wajah. Selama ini kan kalau kita belajar di buku, kadang beda orang beda penerapan. Gak bisa ngebayangin juga. Jadi kemungkinan untuk side effect juga minim, kita belajar untuk menghindari efek sampingnya karena langsung kita bedah di situ,” tambahnya.