Ilmuwan Korea Temukan Cara Ubah Sel Kanker Jadi Normal, Bisa Cegah Efek Samping Kemoterapi!

Seoul, VIVA – Peneliti dari Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) telah mengumumkan penemuan yang berpotensi mengubah pengobatan kanker.

Mereka berhasil mengembangkan metode untuk mengembalikan sel kanker usus besar menjadi sel sehat tanpa merusaknya, membuka harapan baru untuk terapi kanker yang lebih aman dan efektif.

Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Advanced Science pada 22 Januari 2025 dan menjadi tonggak penting dalam pengobatan kanker, karena berpotensi mengurangi risiko efek samping kemoterapi.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Profesor Kwang-Hyun Cho menggunakan model digital untuk menganalisis gen dan mengidentifikasi tiga molekul utama yaitu MYB, HDAC2, dan FOXA2.

Ketiga molekul tersebut berperan dalam proses transformasi sel normal menjadi kanker. Dengan menekan aktivitas molekul-molekul ini, sel kanker dapat kembali ke kondisi normal.

"Kami menemukan sakelar molekuler yang dapat mengembalikan sel kanker ke kondisi normal dengan menangkap momen transisi kritis, sebelum sel normal berubah menjadi kanker yang tidak dapat dipulihkan," kata Profesor Cho, dilansir Newsweek, pada Selasa 4 Maret 2025.



penyakit kanker

Photo :

• Freepik

Penemuan Profesor Cho dan anggota tim KAIST sangat signifikan karena teknologi ini berpotensi diterapkan pada jenis kanker lain, termasuk kanker otak.

Profesor Cho menjelaskan bahwa penelitian ini adalah penelitian pertama yang mengungkap bahwa petunjuk penting untuk membalikkan tumorigenesis terletak pada momen perubahan transisi tersebut.

"Studi ini telah mengungkap secara terperinci, pada tingkat jaringan genetik, perubahan apa yang terjadi di dalam sel di balik proses perkembangan kanker, yang selama ini dianggap misteri. Ini adalah studi pertama yang mengungkap bahwa petunjuk penting yang dapat membalikkan nasib tumorigenesis tersembunyi pada momen perubahan ini," jelas Profesor Cho.

Halaman Selanjutnya

Penemuan Profesor Cho dan anggota tim KAIST sangat signifikan karena teknologi ini berpotensi diterapkan pada jenis kanker lain, termasuk kanker otak.