Kemenkes: Kanker Serviks Satu-satunya Kanker yang Bisa Dicegah dan Disembuhkan

Ilustrasi kanker serviks.
Sumber :
  • iStockphoto.

Jakarta, VIVA – Kanker serviks masih menjadi kanker tertinggi kedua yang diderita perempuan di Indonesia. Diperkirakan 36.000 kasus baru terdeteksi setiap tahunnya dengan 70 persen di antaranya berada di stadium lanjut. Akibatnya, tingkat kematian akibat kasus kanker serviks masih tinggi. 

Waspadai Lemak Trans, Ancaman Tersembunyi dalam Makanan Sehari-hari

Untuk mengurangi angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan secara bertahap dengan mengedepankan pendekatan promotif dan preventif. Salah satu di antaranya dengan deteksi dini dan melakukan vaksinasi. Scroll untuk informasi selengkapnya!

Komitmen dalam perluasan skrining menggunakan metode DNA HPV dan tes IVA terus dijalankan secara bertahap dengan menargetkan perempuan berusia 30–69 tahun di 26 kabupaten dan 15 provinsi. Namun demikian, berbagai hambatan seperti aksesibilitas fasilitas layanan kesehatan, keterampilan tenaga kesehatan, dan mobilisasi masih dihadapi oleh Indonesia. 

5 Jenis Kanker yang Paling Banyak Merenggut Nyawa, Jadi Penyebab Kematian Terbesar Ketiga di Indonesia

Salah satu penyakit yang berbahaya bagi wanita adalah kanker serviks

Photo :
  • Freepik h9images

Dalam hal ini, diperlukan pendekatan komprehensif dari multipihak guna memperkuat kapasitas sistem kesehatan, meningkatkan ketersediaan teknologi tatalaksana terkini, hingga mengatasi hambatan sosial, pendanaan, dan struktural dalam tatalaksana.

Ini Alasan Perawatan Paliatif Sangat Dibutuhkan Pasien Kanker

“Kanker serviks merupakan satu-satunya kanker yang dapat dicegah dan disembuhkan. Semakin dini ditemukan, maka semakin tinggi angka kesembuhannya. Dengan kombinasi imunisasi vaksin dan skrining, kita bisa menjaga seluruh lapisan kelompok dalam mencapai eliminasi kanker serviks,” ucap Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Dr. Siti Nadia Tarmizi, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 24 April 2025.

Menurut Dr. Siti Nadia Tirmizi, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dengan banyak pihak untuk mewujudkan tindakan pencegahan peningkatan kasus kanker serviks di Indonesia supaya target cakupan skrining di 2030 segera tercapai.

"Di sisi lain, kolaborasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam menyediakan kebutuhan hingga akses menjadi kunci penting untuk mengakselerasi percepatan eliminasi kanker serviks. Utamanya untuk meningkatkan 75 persen cakupan skrining bagi perempuan Indonesia pada 2030," jelasnya.

Tahun ini, Kementerian Kesehatan, Roche Indonesia, Biofarma dan Jhpiego berkolaborasi melaksanakan sebuah proyek percontohan di Jawa Timur yang menargetkan skrining 5.500 perempuan di wilayah perkotaan Surabaya dan 1.300 perempuan di wilayah Sidoarjo. 

Dengan menggunakan model hub and spoke berdasarkan populasi, proyek percontohan ini dapat menggambarkan kegiatan skrining secara komprehensif dan menyentuh segala aspek. Mulai dari memastikan kesiapan puskesmas dan labkesmas, melatih dokter, bidan, dan perawat, menyiapkan modul komunikasi untuk mengajak wanita melakukan skrining, dan memastikan pencatatan dan pelaporan hasil data secara akurat dan mudah. 

"Pendekatan yang kami ambil menyesuaikan dengan karakter daerah masing-masing untuk memaksimalkan capaian skrining. Inisiatif ini diharapkan dapat membantu kesiapan ekosistem kesehatan dalam pencapaian target nasional, sebagaimana tercantum dalam RAN Eliminasi Kanker Serviks," ujar Country Director Jhpiego Indonesia, Maryjane Lacoste. 

Secara lebih rinci, upaya eliminasi kanker serviks melalui RAN yang berfokus pada tiga hal utama. Pertama, 90 persen anak perempuan dan laki-laki berusia 15 tahun harus di vaksinasi, 70 persen perempuan usia 35 tahun mendapatkan skrining HPV DNA, dan 90 persen perempuan dengan lesi pra-kanker dan kanker invasif mendapatkan tata laksana yang sesuai standar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya